Ahad 19 Jul 2020 09:53 WIB

Suriah Gelar Pemilihan Parlemen di Tengah Pandemi dan Perang

Kelompok oposisi diperkirakan akan memboikot pemilihan parlemen Suriah.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Seorang anak berjalan di dekat rumah yang hancur akibat serangan udara di kota Idlib, Suriah. (AP Photo/Felipe Dana)
Foto: AP
Seorang anak berjalan di dekat rumah yang hancur akibat serangan udara di kota Idlib, Suriah. (AP Photo/Felipe Dana)

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Suriah melakukan pemilihan parlemen di seluruh wilayah yang dikuasai pemerintah pada Ahad (19/7). Pemilihan yang melibatkan 2.000 kandidat tersebut akhirnya digelar setelah penundaan dua kali akibat pandemi virus corona.

Meski banyak kandidat yang terlibat, oposisi Partai Baath yang mendukung Presiden Suriah, Bashar al-Assad, tidak ada dalam pemilihan kali ini. Kelompok-kelompok oposisi yang masih bisa diterima pemerintah diperkirakan akan memboikot pemilihan.

Baca Juga

Keputusan boikot dari pihak oposisi dilakukan karena Partai Baath diduga akan memonopoli parlemen baru seperti yang telah dilakukan dalam pemilihan sebelumnya. Dalam pemungutan suara terakhir pada 2016, Partai Baath dan sekutunya mengambil 200 dari 250 kursi parlemen, sementara yang tersisa diberikan kepada kandidat independen.

Para pengamat mengatakan, pemilihan anggota parlemen tersebut tidak memiliki kredibilitas. Hal itu dilihat dari mayoritas kandidat menjadi bagian dari Partai Baath al-Assad atau loyal kepada rezimnya.

"Mayoritas warga Suriah percaya pemilihan hanya proses yang dikendalikan oleh rezim untuk mewakili dirinya sebagai otoritas yang sah di Suriah," kata rekan konsultan senior di Chatham House dan salah satu pendiri Pusat Penelitian Kebijakan Suriah, Zaki Mehchy, dikutip dari Aljazirah.

Ahli Suriah di Middle East Institute, Karam Shaar, mengatakan, rezim al-Assad menggunakan pemilihan parlemen untuk menghargai dari kesetiaan. "Kali ini, panglima perang dan milisi diharapkan untuk mendapatkan lebih banyak kursi untuk kontribusi mereka kepada negara atas negara  empat tahun terakhir," ujarnya.

Untuk melakukan pemilihan anggota parlemen baru, lebih dari 7.000 tempat pemungutan suara telah didirikan di sekitar 70 persen wilayah Suriah. Jumlah wilayah tersebut adalah tempat pemerintah al-Assad mempertahankan kekuasaan.

Pasukan Al-Assad mendapatkan kembali kendali atas Ghouta Timur pada 2018 dan bagian selatan Idlib setelah peluncuran ofensif yang didukung Rusia untuk merebut kembali provinsi barat laut pada akhir 2019. Namun, pasukan pemerintah masih berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas daerah yang diambil alih oleh kelompok oposisi dan pemberontak sejak awal perang.

Bagian-bagian lain dari Idlib tetap sebagai benteng pertahanan yang dikuasai pemberontak di Suriah. Sementara, sebagian besar tanah di sepanjang perbatasan Turki-Suriah menampung jutaan warga Suriah yang terlantar dari perang. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement