Ahad 19 Jul 2020 16:23 WIB

Profil Sapardi Djoko Darmono

Hujan di Bulan Juni merupakan karya Sapardi yang paling fenomenal.

Red: Karta Raharja Ucu
Sapardi Djoko Damono
Foto: Republika/Shelbi Asrianti
Sapardi Djoko Damono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surakarta, 20 Maret 1940, seorang bayi laki-laki lahir ke dunia. Bayi itu diberi nama Sapardi Djoko Damono yang puluhan tahun kemudian menjadi sastrawan jempolan Indonesia.

Prof Dr Sapardi Djoko Damono, sastrawan dengan sederet karya itu meninggal dunia pada 19 Juli 2020 ketika usianya menginjak 80 tahun. Ia meninggal dunia di Rumah Sakit Eka BSD, Tangerang Selatan, setelah sempat dirawat karena penurunan fungsi organ tubuh.

Baca Juga

Pria yang kerap disapa dengan singkatan namanya, SDD dikenal melalui berbagai puisinya mengenai hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.

Masa muda Sapardi dihabiskan di Surakarta. Ia lulus SMP Negeri 2 Surakarta tahun 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta tahun 1958. Sejak masih berseragam putih biru dan putih abu-abu, Sapardi sudah gemar menulis dan mengirimkan sejumlah karyanya ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia masuk Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta dengan jurusan Bahasa Inggris.

photo
Sastrawan Indonesia Sapardi Joko Damono (kiri) memperoleh penghargaan Anugerah Buku ASEAN 2018 kategori Anugerah Kompilasi Buku Terbaik melalui bukunya Hujan Bulan Juni dalam Kuala Lumpur International Book Fair (KLIBF) 2018 di PWTC Kuala Lumpur. - (Antara/Agus Setiawan)

Pada 1973, Sapardi hijrah dari Semarang ke Jakarta untuk menjadi direktur pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah sastra Horison. Sejak tahun 1974 sampai pensiun, ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia. Sapardi pernah menjabat sebagai dekan FIB UI periode 1995-1999 dan menjadi guru besar.

Pada masa tersebut, Sapardi juga menjadi redaktur majalah Horison, Basis, Kalam, Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, dan country editor majalah Tenggara di Kuala Lumpur. Hingga sebelum meninggal, Sapardi masih aktif menulis fiksi maupun nonfiksi.

Sapardi juga banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986, SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. Ia menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement