REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepergian sastrawan Sapardi Djoko Damono meninggalkan duka yang mendalam bagi orang terdekatnya dan kalangan sastrawan Indonesia. Sastrawan dan budayawan Nahdlatul Ulama (NU), Ahmad Tohari, merupakan salah seorang yang merasa kehilangan sosok sastrawan besar itu.
“Kita kehilangan sastrawan besar yang sulit dicari gantinya. Karena beliau selain pelaku sastra dia juga akademisi sastra. Gabungan dari dua hal yang sangat penting dan sulit dicari gantinya,” ujar Tohari saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (19/7).
Karena itu, dia pun berdoa dan menyampaikan duka cita yang mendalam atas wafatnya Sapardi. Meskipun telah tiada, menurut dia, karya-karya Sapardi akan tetap abadi dan akan selalu menghiasi kesusastraan Indonesia.
“Kita berdoa dan berduka atas wafatnya sastrawan besar Sapardi Djoko Damono. Karyanya abadi menghias kesusastraan Indonesia,” ucap Pengasuh Pondok Pesantren NU Al Falah ini.
Dia berharap, kedepannya akan muncul lagi sastrawan yang seperti sosok Sapardi di Indonesia, sehingga kesusastraan Indonesia lebih berkembang lagi. “Mudah-mudahan akan muncul lagi akademisi yang merangkap sebagai sastrawan, saya berharap misalnya Maman S Mahayana atau siapa lagi, dalam mengembangkan kesastraan Indonesia,” kata Tohari.
Sastrawan kelahiran 13 Juni 1948 ini menambahkan, kesusastraan Indonesia sangat membutuhkan sastrawan seperti Sapardi yang tekun dalam berkarya dan mengabdi. Namun, kini Tuhan telah mengistirahatkan Sapardi.
“Kesusastraan Indonesia sangat membutuhkan pribadi-pribadi seperti Pak Sapardi yang tekun berkarya dan konsisten pengabdiannya di bidang kesusastraan Indonesia. Semoga Pak Sapardi bisa istirahat di sisi Tuhan yang Maha Esa, amin,” tutupnya.
Diketahui, Sapardi Djoko Damono meninggal pada Ahad (19/7) setelah dirawat di rumah sakit sejak Kamis karena menurunnya fungsi organ tubuh. Sapardi akan dimakamkan sore ini di Taman Pemakaman Giri Tama, Giri Tonjong, Kabupaten Bogor.
Sapardi merupakan sastrawan Indonesia yang aktif sejak tahun 1950-an hingga kini. Tak hanya menulis sajak dan puisi, pria yang lahir pada 20 Maret 1940 itu juga memiliki karya tulis lain berupa esai dan cerita pendek.
Sejumlah puisi karya Sapardi pun mulai diapresiasi dan diangkat ke bentuk seni lainnya seperti dimusikalisasi. Sapardi Djoko Damono telah menulis puluhan buku dan karya tulis. 'Hujan Bulan Juni' (1994) adalah salah satu karyanya yang paling terkenal.