Senin 20 Jul 2020 00:10 WIB

Sosok Sapardi di Mata Salah Satu Mantan Mahasiswanya

Sapardi Djoko Damono meninggal pada Ahad di usia 80 tahun.

Rep: Abdurrahman Rabbani/ Red: Andri Saubani
Jenazah sastrawan Sapardi Djoko Damono dibawa kedalam mobil ambulan di rumah duka Kompleks Dosen UI Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Ahad (19/7). Sastrawan Indonesia Sapardi Djoko Damono meninggal pada usia 80 tahun di Rumah Sakit Eka Hospital BSD Tangerang pukul 09.17 WIB dan akan dimakamkan di Taman Pemakaman Giritama, Giri Tonjong, Bogor, Jawa Barat.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Jenazah sastrawan Sapardi Djoko Damono dibawa kedalam mobil ambulan di rumah duka Kompleks Dosen UI Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Ahad (19/7). Sastrawan Indonesia Sapardi Djoko Damono meninggal pada usia 80 tahun di Rumah Sakit Eka Hospital BSD Tangerang pukul 09.17 WIB dan akan dimakamkan di Taman Pemakaman Giritama, Giri Tonjong, Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN — Kepergian sastrawan Sapardi tidak hanya membuat keluarga dan saudara kehilangan, tetapi juga bagi Keluarga Besar Universitas Indonesia (UI) tempatnya mengajar dulu. Kini suasana duka pun tampak di langit rumah almarhum Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, di Kompleks Dosen UI, No. 113, Jalan Ir. H. Djuanda, Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Ahad (19/7)

Mobil ambulans yang membawa Sapardi kemudian berhenti tepat di depan rumah almarhum. Warga setempat kemudian berbondong-bondong menyambangi kediaman Sapardi hanya untuk melihat yang terakhir kali.

Baca Juga

Pantauan dari Republika, kepergian sastrawan Sapardi kembali membuat pertemuan para alumni sastra UI yang sempat diajarnya dahulu. Temen-teman sesama penulis dan sastrawan, semuanya tampak bersama lagi.

Salah seorang mahasiswa Sapardi angkatan 1984, Yanusa Nugroho, mengaku sejak mendapat kabar duka almarhum, ia langsung menuju rumah duka. Dirinya mengaku kaget setelah mendengar kabar Sapardi meninggal. Pasalnya, baru pekan lalu dirinya berkomunikasi dan melakukan video call dengan Sapardi melalui telepon genggamnya.

"Saya terakhir komunikasi minggu lalu di RS Eka. Saat itu kondisinya lemah, tapi semangat hidupnya sangat luar biasa. Makanya kaget juga pagi dapat kabar begitu," ungkapnya saat ditemui di rumah duka, Ahad (19/7).

Dalam ingatannya, Yanusa menceritakan almarhum memiliki peran besar dalam menumbuhkan semangat orang-orang untuk bersastra. "Dia selain memang sebagai penyair, dia luar biasa. Dia banyak membimbing dan menumbuhkan semangat orang-orang untuk bersastra," katanya

Yanusa pun mengaku sering mengunjungi rumah Sapardi hanya untuk mendapatkan kuliah tambahan. Tidak melulu soal sastra, Sapardi juga mengajarkan sejumlah keahlian yang dimiliki kepadanya. Sapardi juga orang yang sangat pandai bermain musik, terutama bermain gitar blues.

"Saya dulu tiap malam minggu pasti ke rumah beliau. Lumayan dapat kuliah tambahan, ngobrol semalam suntuk soal sejarah sastra Indonesia, Inggris hingga musik. Itu sebabnya banyak yang kehilangan," jelas Yanusa.

Yanusa pun mengaku, dirinya sempat terlibat proyek kerja kreatif bersama dengan dosennya itu. Kerjaan tersebut, yakni Pekan Apresiasi Sastra 88, cikal bakal Musikalisasi Puisi. Saat itu, dirinya menjabat sekretaris Sapardi.

Seperti diketahui, sastrawan Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono dikabarkan meninggal dunia, tadi pagi, sekira pukul 09.17 WIB. Sapardi meninggal di Eka Hospital BSD, Kota Tangerang Selatan, Banten, pada usia 80 tahun, karena mengalami penurunan fungsi organ.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement