REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Nurani Perempuan Women’s Crisis Center mencatat ada peningkatan kasus kekerasan pada perempuan di Sumatera Barat selama masa pandemi virus Covid-19 berupa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan psikologis.
"Pada masa pandemi perempuan mengalami banyak tantangan. Terutama karena faktor krisis ekonomi," kata Direktur Nurani Perempuan Women’s Crisis Center, Rahmi Merry Yenti, Senin (20/7).
Nurani Perempuan Women’s Crisis Center mencatat di Sumbar ada 43 kasus kekerasan yang dialami perempuan pada periode Januari sampai Juli 2020. Jumlah ini meningkat 20 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019.
Merry menyebut pada masa pandemi Covid-19, ada banyak orang yang kehilangan pekerjaan sehingga perekonomian keluarga terdampak. Hal tersebut berefek kondisi rumah tangga yang berujung pada kekerasan yang dilampiaskan kepada perempuan.
Pada masa penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), lanjut dia, banyak perempuan juga harus bekerja dari rumah sehingga membuat pekerjaan mereka bertambah.
"Beban menumpuk, ada banyak persoalan domestik yang harus mereka (perempuan) selesaikan. Jadinya tingkat stres lebih tinggi," ujar Merry.
Karena situasi tidak kondusif di dalam rumah tangga, kerap terjadi pertengkaran dan keributan kecil yang berujung kepada kekerasan terhadap perempuan.
Nurani Perempuan Women’s Crisis Center juga mencatat kejadian 10 kasus kekerasan seksual selama masa pandemi. Karena aktivitas keluarga lebih banyak di rumah, kekerasan seksual terjadi seperti pemerkosaan kepada anak.
Nurani Perempuan Women’s Crisis Center menurut Merry mencoba melakukan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan di Sumbar. Banyak dari korban merupakan orang yang berasal dari luar daerah dan kondisi keterbatasan rumah sakit untuk melakukan visum. Sehingga upaya pendampingan mengalami kesulitan. Pihak rumah sakit tak dapat melakukan visum karena rumah sakit yang ada sedang fokus menangani kasus covid-19.