Senin 20 Jul 2020 12:55 WIB

Republika Dukung Industrialisasi Ubi Jalar

Ubi jalar dikenal sebagai komoditas yang mudah ditanam dan bisa menggantikan beras

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
 Ubi jalar dikenal masyarakat sebagai komoditas yang mudah ditanam dan bisa menggantikan beras.
Foto: Pixabay/Suanpa
Ubi jalar dikenal masyarakat sebagai komoditas yang mudah ditanam dan bisa menggantikan beras.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harian Republika ikut mendukung pengembangan komoditas pangan lokal ubi jalar untuk menjadi pangan alternatif di dalam negeri. Ubi jalar dikenal masyarakat sebagai komoditas yang mudah ditanam dan bisa menggantikan beras.

Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi, mengatakan di situasi pandemi saat ini, isu ketahanan pangan menjadi amat krusial. Adanya kemungkinan negara-negara eksportir beras untuk menahan produksi mereka juga patut menjadi perhatian agar Indonesia tetap memiliki ketahanan pangan yang aman.

Baca Juga

"Ubi jalar ini sangat bermanfaat menjadi pangan alternatif ketika sulit mendapatkan beras. Harganya juga jauh lebih murah. Ini baik dan perlu didukung supaya masyarakat familiar," kata Irfan dalam Rapat Pimpinan Nasional Asosiasi Asosiasi Agrobisnis Petani Ubi Jalar Indonesia (Asapuji) secara virtual, Senin (20/7). Agenda ini dilaksanakan atas kerja sama antara Republika, Kementan, dan PT Pupuk Indonesia.

Irfan pun menceritakan pengalam dirinya saat mulai rutin mengkonsumsi ubi jalar setiap pagi. Menurutnya, ubi jalar selain mampu menggantikan beras juga bisa mencegah penyakit lambung. Karena itu, ia menilai komoditas ubi jalar punya manfaat kesehatan yang besar bagi tubuh.

Karena itu, ke depan perlu didukung upaya pengembangan produk aneka makanan berbahan baku ubi jalar. Tujuannya agar masyarakat yang saat ini amat tergantung kepada beras bisa mulai mengenal manfaat ubi jalar dari segi kesehatan dan ekonomi.

"Mudah-mudahan pertemuan ini bisa menjadi energi baru untuk bisa lebih masif mengembangkan ubi jalar di tengah pandemi. Ini agar masyarakat tidak fanatik kepada beras saja tapi bisa eksplor kekayaan pangan nusantara," katanya.

Asosiasi Agrobisnis Petani Ubi Jalar Indonesia (Asapuji) menggelar Rapat Pimpinan Nasional pertama sejak terbentuk pada Maret 2020. Pada lima tahun pertama, para anggota asosiasi bakal fokus untuk memulai upaya industrialisasi pengolahan ubi jalar untuk bisa meningkatkan nilai tambah produk.

Ketua Asosiasi Agrobisnis Petani Ubi Jalar Indonesia (Asapuji), Ahmed Joe Hara, mengatakan, langkah pertama yang dilakukan pada 2020-2024 yakni dengan berinvestasi dalam instalasi mesin pengolah pati ubi jalar di setiap sentra yang memiliki luas pertanaman minimal 50 hektare.

"Ini sedang kita kerjakan, kita harus bangun mesin pengolahan tepung kanji. Kita harapkan pemerintah ikut mendukung ini dan tentu butuh pihak ketiga untuk juga berinvestasi," kata Ahmed dalam kesempatan sama.

Ahmed mengatakan, tahap pertama pembangunan instalasi rencananya akan berlokasi di Kabupaten Merangin, Jambi. Sebab saat ini sudah terdapat area lahan ubi jalar yang mencapai lebih dari 400 hektare. Menurutnya, dalam waktu dekat Merangin bakal melakukan panen raya ubi jalar dengan total potensi produksi mencapai 10 ribu ton.

Adapun langkah kedua dalam lima tahun pertama, Ahmed mengatakan, para pengusaha ubi jalar akan melakukan standardisasi varietas ubi jalar. Terdapat tiga jenis ubi jalar yang unggul baik di pasar domestik maupun global, yakni ubi cilembu, ubi jepang, serta ubi ungu. Harga tiga jenis ubi itu juga cukup tinggi yakni berkisar Rp 4.000 - Rp 5.000 per kilogram dari petani. 

Ia menjelaskan, meskipun minat akan konsumsi ubi jalar saat ini cenderung tinggi, belum tentu saat dilakukan industrialisasi pengolahan akan langsung memiliki permintaan yang tinggi. Perlu ada standardisasi kualitas agar komoditas ubi jalar yang menjadi khas dari Indonesia mampu bersaing dengan gandum maupun tepung terigu.

"Tentunya akan berbeda-beda pengembangan setiap wilayah tapi tetap diharapkan ada kesegaraman standar sekaligus ini untuk memenuhi pasar ekspor," kata dia.

Ahmed menjelaskan, jika seluruh rencana berjalan lancar, pihaknya optimistis dalam lima tahun mendatang ubi jalar menjadi posisi tawar yang kuat untuk menjadi komoditas pengganti beras. Hal itu diharapkan agar bisa meningkatkan ketahanan pangan nasional dan mengurangi beban beras sebagai makanan pokok masyarakat.

"Setelah itu baru kita ekspor ubi jalar dalam bentun makanan olahan. Bisa dibayangkan kalau dari Sabang sampai Merauke ada mesin pengolahan ubi jalar, tepung terigu yang diimpor akan tertahan," katanya.

photo
Rapimnas Asapuji - (dokrep)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement