REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara mengatakan anak harus dibatasi aksesnya dari rokok agar bisa menjadi generasi bangsa yang memiliki masa depan. Ia pun berharap Indonesia dapat belajar dari Singapura.
"Kita harus belajar dari negara tetangga, Singapura. Di sana akses anak terhadap rokok sangat ketat," kata Juliari dalam sebuah seminar daring yang diadakan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) berdasarkan siaran pers dari Kementerian Sosial yang diterima di Jakarta, Senin (20/7).
Juliari mengatakan anak-anak saat ini sangat mudah membeli rokok, bahkan bisa secara batangan atau eceran. Karena itu, perlu ada upaya untuk membatasi akses anak agar tidak bisa membeli rokok.
Pembatasan akses terhadap anak juga harus diikuti dengan upaya mengubah pandangan anak bahwa merokok adalah perilaku yang gaya, dewasa, dan gagah. "Di Singapura, orang merokok dianggap aneh," ujarnya.
Menurut Juliari, rokok merupakan salah satu pintu masuk penyalahgunaan narkoba. Bila keluarga, sekolah, dan lingkungan anak lainnya tidak bisa mencegah anak-anak dari merokok, mereka rentan menjadi pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Orang tua dan semua pihak terkait harus diingatkan bahwa penggunaan rokok dan narkoba sejak dini dapat menyebabkan kerusakan otak sehingga menghilangkan masa depan anak. "Kita harus berupaya sekuat tenaga jangan sampai anak-anak terjerumus dalam hal-hal yang buruk. Anak yang terjerumus dalam hal-hal buruk akan membuat keluarga dan orang tua bersedih," tuturnya.
Juliari mengatakan salah satu upaya untuk mencegah akses anak kepada rokok adalah dengan menaikkan harga dan cukai rokok. Harga yang mahal akan membuat anak-anak tidak bisa membeli rokok.
Juliari menjadi pembicara kunci dalam seminar daring yang diadakan LPAI bertema "Pelindungan dan Pemenuhan Hak Anak dari Budaya Rokok di Masa Pandemi Covid-19". Seminar daring tersebut diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli.