REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kasus penderita tuberkulosis atau TBC di Indonesia masih tinggi di skala dunia. Indonesia, kata dia, masih berada di peringkat tiga tertinggi di dunia kasus penderita TBC setelah India dan China.
Untuk mempercepat penanganan penyakit TBC ini, Presiden pun meminta agar pelacakan terhadap para penderitanya dapat lebih ditingkatkan. Hal ini menurut dia, dapat dilakukan sekaligus bersamaan dengan pelacakan para penderita Covid-19.
“Saya kira seperti yang kita lakukan sekarang ini kita sudah memiliki model untuk Covid. Yaitu pelacakan secara agresif untuk menemukan di mana mereka. Harus dilakukan ini. Ini mungkin kita nebeng covid ini kita juga lacak yang TBC,” ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas percepatan eliminasi TBC di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21/7).
Jokowi mengatakan, jika pelacakan para penderita TBC dapat dilakukan sekaligus bersamaan dengan pelacakan penderita Covid-19, maka masalah TBC dapat segera ditangani.
“Saya tidak tahu apakah ini bisa ditumpangkan di Covid grup sehingga kendaraannya sama. Kita bisa menyelesaikan dua hal yang penting bagi kesehatan rakyat kita. Kalau itu bisa, saya kira akan bisa lebih mempercepat,” ucapnya.
Berdasarkan data yang dimilikinya, terdapat 845 ribu penderita TBC di Indonesia, namun yang ternotifikasi hanya sebanyak 562 ribu. “Sehingga yang belum terlaporkan masih kurang lebih 33 persen. Ini hati-hati,” tambah dia.
Penyakit TBC ini merupakan salah satu dari 10 penyakit menular yang menyebabkan kematian terbanyak di dunia. Bahkan angkanya lebih besar dibandingkan penyakit HIV AIDS tiap tahunnya.
Jokowi menyebut, kasus TBC di Indonesia pada 2017 lalu menyebabkan 116 ribu orang meninggal dunia dan pada 2018 sebanyak 98 ribu orang meninggal. Sebanyak 75 persen pasien TBC pun merupakan perokok produktif yakni di usia 15-55 tahun.
“Ini yang harus kita waspadai,” ujar dia.