REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terbaru terkait perubahan opini publik terhadap Covid-19. Hasilnya sebanyak 57 persen responden menyebut kondisi ekonomi nasional dalam keadaan buruk. Sedangkan 12,2 persen responden lainnya mengatakan kondisi ekonomi nasional sangat buruk.
"Jadi total ada kurang lebih sekitar hampir 70 persen masyarakat yang mengatakan kondisi ekonomi nasional buruk atau sangat buruk," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, dalam pemaparannya secara daring, Selasa (21/7).
Sementara di sektor ekonomi rumah tangga, sebanyak 58,5 persen responden mengatakan, kondisi ekonomi rumah tangga mereka dalam keadaan lebih buruk. Namun, hasil tersebut mengalami penurunan dari survei yang pernah dilakukan pada bulan Mei yaitu di angka 65,4 persen responden yang mengatakan ekonomi rumah tangga dalam kondisi yang lebih buruk.
"Sebagian besar responden mengatakan memburuk tetapi tidak lebih buruk dari survei di bulan Mei," ujarnya.
Dari sisi pendapatan rumah tangga, responden juga mengaku mengalami penurunan pendapatan. Pada survei bulan Mei, sebanyak 86,1 persen responden mengatakan, pendapatan mereka mengalami penurunan. Sedangkan, pada survei terbaru pada Juli berubah menjadi 75,7 persen responden yang mengatakan pendapatannya menurun.
"Dugaan saya itu terkait PSBB yang relatif dilonggarkan selama beberapa bulan terakhir," ucapnya.
Survei dilakukan Indikator Politik Indonesia pada 13-16 Juli 2020. Responden yang dilibatkan dalam survei tersebut sebanyak 1.200 responden. Survei dilakukan melalui telepon berdasarkan data base yang dimiliki dalam survei dua tahun terakhir, serta margin of error sebesar 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Pada Senin (20/7, pemerintah mengeklaim ekonomi Indonesia mulai menuju ke arah pemulihan setelah terdampak pandemi Covid-19. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemulihan itu tergambarkan dari penerimaan beberapa jenis pajak yang membaik dan sejumlah kegiatan ekonomi terlihat mengalami kenaikan.
Salah satu indikatornya adalah konsumsi listrik rumah tangga. Permintaan listrik rumah tangga yang relatif lebih flat dari 9,7 persen pada Mei menjadi tumbuh 12,7 persen pada Juni. Secara total, Sri mengatakan, konsumsi listrik mulai tumbuh ke zona positif 5,4 persen dari yang semula negatif 10,7 persen pada Mei ataupun zona negatif pada bulan-bulan sebelumnya.
"Ini adalah tanda-tanda positif yang mengonfirmasi, kegiatan ekonomi mulai menggeliat," ujar Sri Mulyani.