ini untuk menjadikan Australia sebagai tujuan bagi mahasiswa.
Artikel ini diproduksi oleh ABC Indonesia.
Kebijakan Pemerintah Australia menutup perbatasan untuk mengatasi penyebaran COVID-19 telah menyulitkan banyak mahasiswa internasional, baik yang akan mulai, sedang menjalani, maupun yang telah menyelesaikan perkuliahan.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, Pemerintah Australia di bawah pimpinan Perdana Menteri Scott Morrison melakukan sejumlah perubahan aturan visa.
Maksud perubahan ini adalah untuk tetap menjadikan Australia sebagai tujuan bagi mahasiswa berbagai negara yang ingin kuliah di luar negeri.
Disebutkan, ada lima perubahan yang dilakukan, termasuk membuka kembali lokasi-lokasi untuk menjalankan proses visa pelajar di luar Australia yang sebelumnya sempat ditutup.
Artinya, begitu perbatasan Australia dibuka kembali, para calon mahasiswa nantinya sudah memiliki visa dan bisa langsung melakukan perjalanan ke Australia.
Selain itu, jika ada mahasiswa internasional yang tak dapat menyelesaikan studi sesuai masa berlaku visanya akibat COVID-19, maka mereka bisa mengajukan visa baru secara gratis.
Bagi mahasiswa yang saat ini menjalani perkuliahan secara online dari luar Australia, mereka bisa menghitung masa perkuliahan ini sebagai pelengkap dalam persyaratan visa kerja jenis 'post-study visa'.
Perubahan lainnya yaitu para mahasiswa pemegang visa pelajar yang telah menyelesaikan kuliah dapat mengajukan 'post-study' visa dari luar Australia, apabila mereka terhalang kembali ke Australia akibat COVID-19.
Kemudian yang kelima, para pemohon visa akan diberikan waktu tambahan untuk menyiapkan bukti kemampuan berbahasa Inggris jika hal itu terhambat akibat COVID-19.
'Mendukung lapangan kerja'
Menteri Urusan Imigrasi Alan Tudge menjelaskan dengan perubahan aturan ini akan memberi kepastian bagi mahasiswa internasional yang sedang berada di Australia maupun yang terhambat untuk kembali akibat COVID-19.
"Dalam membuat kebijakan ini, kami tetap berpedoman pada prinsip bahwa kesehatan warga Australia adalah kunci, namun mahasiswa internasional tak seharusnya lebih dirugikan oleh COVID-19," ujarnya.
"Kita adalah negara yang menerima pendatang, menyediakan sistem pendidikan kelas dunia, serta memiliki tingkat penyebaran COVID-19 yang rendah," kata Menteri Tudge.
"Para mahasiswa ini ingin kuliah di sini dan kita ingin menyambut mereka kembali dalam keadaan aman," katanya.
Ia mengatakan kedatangan kembali para mahasiswa internasional akan berdampak positif pada sektor bisnis termasuk akomodasi, pariwisata, pelayanan dan ritel.
Menteri Pendidikan Dan Tehan menambahkan upaya Australia dalam mengendalikan penyebaran COVID-19 mendorong pihaknya untuk menyambut kembali mahasiswa internasional dengan cara yang aman, begitu perbatasan suatu negara bagian dibuka kembali.
"Selain mendukung lapangan kerja, sektor pendidikan internasional turut membangun hubungan kita dengan negara lain, serta mendukung industri kesehatan, perawatan lansia dan disabilitas," jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah juga telah melonggarkan sejumlah aturan yang membatasi mahasiswa internasional untuk bekerja di sektor kesehatan, perawatan lansia serta disabilitas.
Keberadaan vital mahasiswa asing
Menanggapi kebijakan ini, kelompok delapan perguruan tinggi ternama di Australia, yang dikenal sebagai 'Group of Eight' (Go8), menyambut baik karena akhirnya pemerintah mengakui perlunya fleksibilitas dalam urusan visa di tengah situasi COVID-19 saat ini.
Ketua Go8, Profesor Margaret Gardner AC, yang juga Rektor Monash University menyatakan fleksibilitas tersebut akan memastikan para mahasiswa yang terpaksa menjalani perkuliahan mereka di luar Australia, akan tetap berhak mengajukan permohonan visa kerja jenis post-study visa.
"Go8 sangat mendukung langkah ini. Pasca COVID-19 kemungkinan besar Australia akan menghadapi persaingan ketat dalam mendapatkan calon mahasiswa karena negara-negara lain juga akan melakukannya," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Australia harus tetap menjalin hubungan dengan negara lain karena dengan populasi hanya 25 juta jiwa, kita juga perlu mendapatkan akses pada keahlian dan keterampilan terbaik untuk melengkapi bakat-bakat kita sendiri," jelas Prof Gardner.
Sementara itu, CEO kelompok Innovative Research Universities (IRU) Conor King dalam sebuah pernyataan menyebutkan kebijakan ini menunjukkan pemerintah menyadari peran penting mahasiswa internasional dalam pemulihan Australia dari COVID-19.
"Mahasiswa internasional sangat vital bagi keberhasilan perguruan tinggi di Australia. Dengan berkurangnya mahasiswa internasional, maka berkurang pula dana yang diinvestasikan bagi riset dan kegiatan universitas lainnya," katanya.
"Universitas sangat perlu untuk membuka kembali pendaftaran mahasiswa asing, meskipun mereka harus kuliah online dari negaranya masing-masing," tambahnya.
Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia