REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, terkait perpanjangan masa penahanan tersangka kasus pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayorang Baru lewat letter of credit (L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa. Hari ini, penyidik mulai melakukan pemeriksaan terhadap Maria Lumowa.
"Polri akan koordinasi dengan Kejati DKI terkait perpanjangan penahanan dan pembahasan pemenuhan syarat formil dan materi berkas," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divhumas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (21/7).
Maria Pauline diperiksa penyidik Bareskrim mulai Selasa karena dia sudah didampingi pengacara. Namun demikian, Ramadhan tidak memaparkan lebih detil mengenai materi pemeriksaan, karena hal itu kewenangan penyidik.
"Kaitan kasus tersebut, nanti disampaikan perkembangannya," ujar Ramadhan.
Dalam kasus ini, polisi telah memeriksa 14 saksi dan hendak meminta keterangan delapan saksi dan satu ahli pidana korupsi serta menyita barang bukti dari Maria seperti paspor, 28 bundel fotokopi putusan Pengadilan Negeri Jaksel, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung terhadap 16 tersangka lainnya.
Selanjutnya satu bundel fotokopi pengakuan utang oleh Maria kepada BNI tertanggal 26 Agustus 2003, satu bundel fotokopi akta penanggungan utang atau personal guarantee dari Maria kepada BNI tanggal 26 Agustus 2003 dan satu bundel fotokopi akta penanggungan utang dari Adrian Herling Waworuntu kepada BNI tanggal 26 Agustus 2003.
Dalam kasus pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif, polisi menetapkan 16 orang sebagai tersangka, termasuk Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu. Adrian dan 14 orang lainnya telah menjalani hukuman. Sementara Maria melarikan diri ke luar negeri selama 17 tahun.
Sejauh ini, penyidik telah menyita aset-aset milik tersangka Maria Pauline senilai Rp132 miliar. Pencarian dan penyitaan aset dilakukan selama Maria Pauline kabur ke luar negeri. Penyidik berusaha menangani dan menuntaskan kasus ini sesegera mungkin mengingat kasus akan dinyatakan kedaluwarsa pada Oktober 2021.
Atas perbuatannya, Maria Lumowa dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana seumur hidup dan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 2003 Tentang TPPU.