REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan ada dua faktor yang menyebabkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini belum bisa menangkap eks caleg PDIP Harun Masiku. Harun merupakan buronan kasus suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
"Terhitung sejak Harun Masiku masuk dalam Daftar Pencarian Orang (sejak Januari 2020), praktis sudah enam bulan KPK gagal untuk menangkap yang bersangkutan. Kegagalan KPK ini dapat dianalisis dari dua faktor, yakni internal dan eksternal," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (21/7).
Untuk internal, lanjutnya, ICW meragukan komitmen dari Ketua KPK Firli Bahuri yang terlihat tidak serius dan enggan untuk memproses hukum Harun karena dalam kasus tersebut tindakan dari Firli sering menuai kontroversi. Pertama, memilih diam dan mendiamkan terkait adanya dugaan penyekapan saat tim KPK ingin memburu oknum tertentu di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Kedua, diduga mengganti tim penyidik yang menangani perkara tersebut. Ketiga, upaya memulangkan paksa penyidik Rossa Purbo Bekti ke instansi asalnya Polri. "Keempat terlihat enggan untuk menggeledah kantor PDIP dan tak setuju dengan ide dari Nurul Ghufron (Wakil Ketua KPK) yang ingin mengadili Harun Masiku secara in absentia," ujar Kurnia.
Sedangkan faktor eksternal, ICW menduga Harun Masiku dilindungi kelompok tertentu sehingga upaya untuk menangkap Harun Masiku selalu terganjal. Menurutnya, ketidakberdayaan KPK dalam menangkap buronan ini mesti menjadi catatan serius karena selama ini KPK selalu dikenal sebagai lembaga penegak hukum yang cepat mendeteksi keberadaan buronan dan melakukan penangkapan.
"Ambil contoh pada M Nazaruddin (bekas Bendahara Umum Partai Demokrat) yang mana dalam kurun waktu 77 hari KPK dapat meringkus yang bersangkutan di Kolombia," ucap Kurnia.
Sebelumnya, KPK telah memperpanjang masa pencegahan atau bepergian ke luar negeri terhadap Harun. "Dalam rangka mendukung proses penyidikan, KPK memperpanjang masa mencegah atau melarang bepergian ke luar negeri terhadap tersangka HAR. Terhitung sejak 10 Juli 2020 dan berlaku sampai dengan 6 bulan ke depan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (20/7).