REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan serapan bijih nikel di dalam negeri akan meningkat signifikan pada 2022. Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengakui bahwa saat ini produksi nikel belum mampu diserap seluruhnya untuk kebutuhan dalam negeri.
Produksi bijih nikel Indonesia dapat mencapai sekitar 60 juta ton tiap tahunnya. Namun saat ini industri smelter dalam negeri hanya mampu menyerap sekitar 30 juta ton.
"Kapasitas input ada 11 smelter nikel. Kapasitas smelter sekarang bisa menyerap 30 juta ton kapasitas input. Ini bagaimana supply demand tidak seimbang?" ujar Yunus, Selasa (21/7).
Melihat kondisi ini, pemerintah pun kini tengah merencanakan pengembangan smelter tahap berikutnya. Sampai saat ini terdapat 11 smelter nikel yang telah beroperasi. Kementerian ESDM menargetkan hingga 2022 akan ada 29 smelter nikel beroperasi.
Menurut Yunus, serapan nikel akan meningkat signifikan seiring bertambahnya kapasitas smelter nikel pada 2022 tersebut. Belum lagi, saat ini juga tengah dikembangkan teknologi Hydrometalurgi (HPAL) untuk pengolahan bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5 persen.
Dia optimistis pengembangan smelter dan teknologi tersebut bisa meningkatkan serapan bijih nikel 29 juta ton per tahun.
"Jadi pemerintah lakukan pelarangan ekspor nikel dalam antisipasi kapasitas input smelter yang dibangun. Keseimbangan akan terjadi pada 2022 antara produksi tambang dan kapasitas input smelter," katanya.