REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China mengancam akan melakukan "serangan balik yang kuat" kepada Inggris pada Selasa (21/7). Hal itu sebagai respons terhadap pengumuman Inggris yang mengatakan akan menangguhkan kesepakatan ekstradisi dengan Hong Kong setelah Beijing menerapkan hukum keamanan nasional terhadap bekas koloni Inggris itu.
Pada Senin, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan pada parlemen bahwa kesepakatan ekstradisi akan segera ditangguhkan dan embargo senjata akan diperluas.
"Kami tidak akan menimbang untuk kembali mengaktifkan kesepakatan-kesepakatan itu, kecuali dan hingga ada perlindungan yang jelas dan kuat, yang dapat mencegah ekstradisi dari Inggris disalahgunakan di bawah undang-undang keamanan nasional yang baru," kata Raab.
Keputusan tersebut tampaknya membuat Beijing murka.
"China akan melakukan serangan balik yang kuat terhadap aksi-aksi Inggris yang salah," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, dalam konferensi pers harian, Selasa.
"China mendesak Inggris untuk menghentikan fantasi untuk meneruskan pengaruh kolonial di Hong Kong dan segera mengkoreksi kesalahan," ujarnya.
London telah kecewa dengan tindakan keras di Hong Kong, yang kembali ke bawah pemerintahan China pada 1997, dan terhadap persepsi bahwa China tidak jujur sepenuhnya terkait wabah virus corona. Raab mengatakan pihaknya akan memperpanjang embargo senjata yang telah berlangsung lama dengan China dan mengikutsertakan Hong Kong dalam embargo tersebut. Hal itu berarti tak ada kegiatan ekspor senjata maupun amunisi, serta pelarangan peralatan yang dapat digunakan untuk represi internal, seperti belenggu dan granat asap.
Australia dan Kanada menangguhkan kesepakatan ekstradisi dengan Hong Kong pada awal bulan ini. Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menghentikan perlakuan ekonomi istimewa terhadap Hong Kong.
Pekan lalu, Perdana Menteri Boris Johnson memerintahkan agar peralatan dari perusahaan Huawei Technologies asal China dikeluarkan secara total dari jaringan 5G Inggris pada akhir 2027.
China. yang pernah dijadikan sumber utama investasi dalam proyek-proyek infrastruktur Inggris dari nuklir hingga kereta api, menuduh Inggris menjadi kaki tangan Amerika Serikat. Inggris menyebut bahwa undang-undang keamanan yang baru melanggar jaminan kebebasan, termasuk peradilan independen, yang telah menjadikan Hong Kong salah satu pusat perdagangan dan keuangan paling penting di dunia sejak 1997.
Para pejabat di Hong Kong dan Beijing mengatakan bahwa undang-undang tersebut penting untuk menutup celah keamanan nasional yang baru-baru ini diungkap oleh demo-demo anti-China dan pro-demokrasi. China telah berulangkali mengatakan pada kekuatan-kekuatan di Barat untuk berhenti ikut campur dalam urusan Hong Kong.