REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah unggahan foto dengan kata-kata atau lazim disebut meme, berjudul “Kue Klepon Tidak Islami” viral di Sosial Media. Pengguna sosial media ramai-ramai memparodikan, dan bahkan mengolok-olok agama Islam melalui meme tersebut. Meme tersebut awalnya tidaklah viral dan hanya berupa unggahan biasa di beberapa akun yang mempertanyakan keabsahan informasi dalam meme tersebut.
Namun, menjadi sangat viral saat beberapa akun media sosial dengan pengikut atau follower berjumlah banyak, mengunggah ulang meme itu. Pola sebaran ini dilacak oleh beberapa komunitas anti hoax selama bertahun-tahun, hasilnya pola sebaran itu selalu sama dan selalu dengan akun-akun mencantumkan olok-olok terhadap agama tertentu.
Meski tidak ditemukan jejak awal postingan, pengguna sosial media tetap membagikan meme tersebut. Olok-olok atas agama Islam dengan meme yang sumbernya tidak bisa dilacak kebenarannya ini diunggah oleh akun-akun dengan jumlah follower besar dan mempengaruhi banyak pengguna Internet. Di antaranya akun twitter @tretanmuslim @uusbiasaaja dan fanspage Facebook Denny Siregar.
Dalam penelusuran Republika.co.id di sosial media, akun-akun yang membagikan postingan “Klepon Tidak Islami” adalah akun-akun pendukung salah satu presiden pada pemilu tahun lalu. Akun-akun yang berafiliasi kepada pilihan politik ini menjadi pemicu besarnya postingan “Klepon Islami” yang berisi olok-olokan terhadap ajaran Islam.
Sementara, data Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan jajanan tradisional kelepon atau klepon adalah makanan halal. Kejanggalan postingan “Klepon Islami” ini semakin jelas, saat beberapa jejak postingan sengaja dihapus oleh beberapa akun yang memposting meme tersebut.
Baca Juga: Fitnah Islam dalam Sepotong Klepon
Seperti temuan dari Komunitas Anti Hoax, Indonesian Hoaxes yang melakukan riset mendalam atas postingan yang viral tersebut. Adisyafitrah Ketua Komunitas Indonesian Hoxaes, menyebut postingan tersebut hanya klaim sepihak atas isu klepon yang sengaja dibuat dengan tujuan memancing keributan di media sosial.
“Ini bukan didasari dari sentimen politik, atau apa pun, namun hanya keisengan yang disalahgunakan untuk memancing keributan,” ujar Adisyafitrah pada Republika.co.id di Jakarta, Selasa (21/7).