Selasa 21 Jul 2020 23:30 WIB

KPK Didesak Selidiki Dugaan TPPU Nurhadi

ICW dan Lokataru minta KPK selidiki dugaan TPPU Nurhadi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Lokataru mengirimkan surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera mengembangkan dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Sebab, dari data  yang dihimpun selama ini menunjukkan bahwa Nurhadi diduga memiliki kekayaan yang tidak wajar atau tidak berbanding lurus dengan penghasilan resminya.

"Sehingga, patut diduga harta kekayaan tersebut diperoleh dari hasil tindak kejahatan korupsi," tegas peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya, Selasa (21/7).

Baca Juga

Dalam penelusuran yang sudah dilakukan, setidaknya ditemukan beberapa aset yang diduga milik Nurhadi, diantaranya; tujuh aset tanah dan bangunan dengan nilai ratusan miliar rupiah; empat lahan usaha kelapa sawit; delapan badan hukum, baik dalam bentuk PT maupun UD; dua belas mobil mewah; dua belas jam tangan mewah.  Berdasarkan data tersebut, sambung Kurnia, KPK semestinya tidak hanya berhenti pada dugaan tindak pidana suap dan gratifikasi saja, namun harus juga membuka kemungkinan untuk menjerat yang bersangkutan dengan pidana pencucian uang. 

"Tak hanya itu, KPK diharapkan juga dapat menyelidiki potensi pihak terdekat Nurhadi yang menerima manfaat atas kejahatan yang dilakukannya," ujarnya. 

Adapun, instrumen hukum yang dapat digunakan oleh lembaga anti rasuah yakni Pasal 5 UU TPPU (pelaku pasif) dengan ancaman pidana penjara lima tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar. Kurnia melanjutkan, setidaknya akan ada beberapa keuntungan bagi KPK ketika menindak pelaku kejahatan dengan aturan pencucian uang. 

"Pertama, penyelidikan dan penyidikan tidak akan diwarnai dengan resistensi dan intervensi pihak tertentu karena menggunakan metode follow the money," katanya.

Kedua, sejalan dengan konsep pemidanaan yang berorientasi pada pemberian efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi. Hal ini mengingat korupsi sebagai financial crime tentu pola pemidanaan tidak bisa hanya bergantung pada hukuman badan semata, namun mesti mengarah pada pemiskinan pelaku kejahatan. 

Ketiga, memudahkan proses unjuk bukti bagi Jaksa Penuntut Umum. Sebab, Pasal 77 UU TPPU mengakomodir model pembalikan beban pembuktian. Sehingga Jaksa tidak sepenuhnya dibebani kewajiban pembuktian, melainkan berpindah pada terdakwa itu sendiri.  

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement