Oleh Ustaz Wahyudi (Pengasuh lembaga bimbingan Qur'an dan Bahasa Arab Ibnu Abbas (Limbangan, Semarang)
REPUBLIKA.CO.ID, Alkisah pada suatu hari dimasa pemerintahan Umar Bin Khatab رضي الله عنه dikota Madinah. Seorang anak muda sudah bangun pagi-pagi untuk melaksanakan sholat subuh berjama’ah dimasjid Nabawi, sang pemuda yang terkenal shalih dan hatinya senentiasa terpaut dengan masjid. Selepas membersihkan diri dan mengenakan pakaiannya, kemudian beliau berangkat ke masjid. Dalam perjalanannya ke masjid, ditengah jalanan yang gelap dan hawa yang dingin, tanpa disadari pemuda tersebut terjatuh kedalam genangan air kotor dan berlumpur sehingga pakaiannya menjadi kotor.
Karena merasa pakaiannya basah dan kotor, pemuda tersebut segera bangun dari genangan air dan membersihkan diri sekedarnya, kemudian pulang. Sesampainya di rumah, ia kembali membersihkan badannya dan mengganti pakaiannya, lalu berangkat kembali ke masjid.
Dalam perjalanan kembali ke Masjid Nabawi, karena jalanan begitu gelap, pemuda itu kembali terjatuh untuk kedua kalinya di tempat yang sama. Kemudian ia bangun untuk membersihkan diri dan pulang kembali. Sesampainya di rumah, sekali lagi, dia mengganti pakaiannya lalu berangkat kembali ke masjid.
Dalam perjalanannya kembali ke Masjid Nabawi untuk melaksanakan sholat, dia bertemu dengan seorang kakek tua yang membawa lampu di jalan yang dilaluinya. Kemudian dia bertanya pada kakek pembawa lampu tersebut, “dari mana anda ?” dijawabnya,” aku melihatmu terjatuh dua kali dalam perjalananmu ke masjid nabawi. Jadi aku membawakan lampu untuk menerangi jalanmu.”
Pemuda itu mengucapkan terima kasih banyak pada kakek tua si pembawa lampu, lalu keduanya berjalan bersama ke masjid. Setibanya di masjid, pemuda itu mengajak kakek tua pembawa lampu untuk sholat Subuh berjama’ah dengannya, tetapi si kakek pembawa lampu menolaknya. Pemuda shaleh itu terus mengajaknya beberapa kali namun jawaban kakek pembawa lampu tersebut sama.
Akhirnya pemuda shalih tersebut bertanya mengapa dia tidak mau sholat bersamanya. Kakek si pembawa lampu menjawab “aku adalah iblis”. Pemuda tersebut terkejut mendengar jawabannya. Iblis lalu melanjutkannya bahwa, “aku melihatmu berangkat ke masjid nabawi dan akulah yang membuatmu terjatuh .” lalu dia melanjutkan, “ketika engkau pulang untuk membersihkan diri dan berangkat ke masjid, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَال Tuhan yang Maha Lembut dan Maha pengasih memaafkan dan mengampuni semua dosa-dosamu.”
“ Lalu aku menjatuhkanmu sekali lagi, tapi engkau tidak tinggal dirumahmu, dan tetap berangkat kembali masjid. Karena itu, Tuhan penguasa alam semesta mengampuni semua dosa keluarga dan orang-orang yang tinggal dirumahmu.” Aku kawatir jika aku menjatuhkanmu lagi, Tuhan Yang Maha Perkasa dan Maha Penyayang akan merahmati dan mengampuni dosa-dosa semua anggota penduduk di kampungmu, jadi aku memastikan engkau wahai pemuda shalih sampai ke masjid nabawi tanpa terjatuh.”
Itulah kisah seorang pemuda shalih yang berusaha istiqomah melangkahkan kakinya menuju rumah Allah untuk beribadah kepadaNya. Kondisi terbatas dan cobaan yang menimpa tidak menyurutkan langkah dan niatnya untuk taat beribadah kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَال Tuhan pencipta alam semesta.
Saudaraku yang semoga dirahmati oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَا , betapa seorang hamba yang meyakini bahwa perjalanan ke sebuah tempat untuk melakukan suatu ibadah adalah sebuah perjuangan dan kemuliaan, dia akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melakukan perjalanan dan perjuangan itu dengan maksimal meskipun cobaan dan rintangan mengadang.
Cintanya pada Allah mengalahkan lelahnya dan beratnya cobaan yang dia hadapi. Baik perjalanan ke masjid dalam rangka untuk sholat, perjalanan ke Baitullah untuk berhaji, perjalanan ke medan perang untuk berjihad, perjalanan mencari rizki untuk menghidupi keluarga atau perjalanan ke majelis ilmu untuk menghadiri sebuah kajian ilmiah .