REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat sempat bergelut dengan kanker payudara HER2 Positif sejak 2016. Sebagai seorang penyintas, Lestari berbagi pengalaman mengenai caranya menghadapi kanker payudara.
Lestari mengatakan kanker payudara yang dia derita ditemukan secara tak sengaja ketika dia berusia 50 tahun. Kala itu, Lestari sempat terantuk pintu yang membuat dada sebelah kirinya menjadi biru.
Kejadian itu mengingatkan Lestari bahwa dia belum pernah melakukan pemeriksaan mammografi. Padahal, pemeriksaan mammografi seharusnya sudah mulai dilakukan secara rutin sejak memasuki usia 45 tahun.
Setelah menjalani pemeriksaan mammografi, ditemukan kanker pada payudara kanan Lestari. Dokter saat itu menyarankan Lestari untuk segera menjalani operasi. Meski merasa sedih atas diagnosis tersebut, Lestari memutuskan untuk tetap kuat dan mendengarkan saran dokter.
Tanpa membuang waktu untuk berdiskusi dengan keluarga, Lestari segera menentukan tanggal operasi. Setelah menjalani operasi, enam kali kemoterapi, 25 kali radiasi dan 18 kali terapi target, Lestari berhasil mengalahkan penyakit ganas tersebut.
"Saya mau hidup untuk keluarga saya, suami saya," kata Lestari dalam edukasi kanker payudara yang diselenggarakan Cancer Information and Support Center (CISC).
Ada lima pelajaran yang bisa dicontoh dalam perjuangan Lestari bergelut dengan kanker payudara. Berikut ini adalah kelima pelajaran tersebut.
Menyerahkan pada ahlinya
Saat orang-orang terdekat mengetahui Lestari terdiagnosis dengan kanker payudara, tak sedikit yang memberikan beragam saran. Salah satunya adalah saran untuk mencoba pengobatan alternatif.
Lestari memahami bahwa orang-orang di dekatnya memberikan saran tersebut karena merasa peduli dan sayang kepada dirinya. Akan tetapi, Lestari tetap pada pendiriannya untuk menjalani pengobatan medis yang sudah teruji secara ilmiah dan bisa dipertanggung jawabkan sesuai saran dokter.
"Suami tidak setuju (operasi), saya bilang ini keputusan saya," ungkap Lestari.
Tidak membuang waktu
Setelah terdiagnosis dengan kanker payudara, Lestari segera berembuk dengan dokter untuk menentukan tanggal operasi. Meski diberikan kesempatan untuk pulang dan berdiskusi terlebih dahulu dengan keluarga, Lestari memilih untuk segera mengurus semua kebutuhan terkait operasi yang harus dia jalani.
Lestari menyadari bahwa hasil pengobatan kanker akan sangat bergantung pada waktu. Semakin ditunda, pengobatan kanker akan menjadi semakin sulit. Dia tak ingin membuang waktu yang berharga sebagai seorang pasien kanker pada saat itu.
"Kita berlomba dengan waktu," kata Lestari.
Berkegiatan dan mawas diri
Lestari mengatakan penting bagi pasien kanker yang menjalani terapi untuk tetap berkegiatan. Di saat yang sama, pasien kanker juga harus bisa mengukur kemampuan diri sendiri dalam beraktivitas.
Selain itu, Lestari juga mengingatkan pentingnya mengutamakan kenyamanan ketika menjalani terapi kanker. Misalnya, makan makanan yang sehat tanpa mengkhawatirkan masalah berat badan atau menggunakan baju yang dirasa paling nyaman tanpa perlu mengkhawatirkan pandangan orang lain.
"Pakai baju longgar, karena ketika kita dikemo badan terasa panas. Nggak ada deh baju cantik-cantik, nikmatin saja, itu kuncinya," cerita Lestari.
Paparkan hal positif
Saat masih menjalani terapi, Lestari kerap menghabiskan waktu dengan menonton film. Seringkali Lestari menonton film dengan tema yang cukup keras, seperti peperangan.
Menonton film-film seperti ini ternyata cukup mempengaruhi kondisi psikologisnya. Lestari bahkan pernah merasa sangat ketakutan ketika mendengarkan suara petir karena terbayang-bayang film yang dia tonton.
"Kata dokter, kamu jangan nonton ini deh. Yang komedi-komedi aja, jangan yang horor atau sedih," ucap Lestari.
Cari support system
Selama menjalani pengobatan, Lestari menilai keberadaan support system yang baik dapat membawa dampak positif. Keberadaan orang-orang yang bisa diandalkan itu akan memberikan semangat dan dukungan yang luar biasa bagi pasien kanker yang sedang menjalani terapi.
"Membantu sekali untuk kita," kata Lestari.