Rabu 22 Jul 2020 16:10 WIB

OJK: Kinerja Pasar Saham Indonesia Terburuk Kedua di Asia

Ada sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh industri pasar modal.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Petugas keamanan berjalan di depan layar yang menampilkan informasi pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (26/6/2020). Pasar saham Indonesia menjadi yang terburuk kedua di Asia.
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Petugas keamanan berjalan di depan layar yang menampilkan informasi pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (26/6/2020). Pasar saham Indonesia menjadi yang terburuk kedua di Asia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja pasa saham masih mengalami pelemahan sebesar 18,8 persen hingga 21 Juli 2020. Jika dibandingkan negara lain, pelemahan kinerja pasar saham Indonesia termasuk paling besar kedua setelah Filipina.

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Yunita Linda Sari mengatakan secara year to date, negara regional lain mengalami pelemahan kinerja pasar saham seperti Filipina minus 21,48 persen, Indonesia minus 18,81 persen, Singapura 18,23 persen, Thailand minus 12,91 persen, Hong Kong minus 9,06 persen, Australia minus 7,84 persen, Dow Jones minus 6,51 persen, dan Jepang minus 3,27 persen.

Baca Juga

“Market kapitalisasi juga sedikit menurun, jika dilihay dari kondisi net buy atau sell investor asing menunjukkan kondisi yang sedikit negatif (-1,13 WTD),” ujarnya saat konferensi pers virtual, Rabu (22/7).

Dari sisi kinerja pasar efek bersifat utang dan sukuk, lanjut Yunita, perkembangannya cukup positif. Tercatat secara year to date naik lima persen, meskipun secara month to date dan week to date hanya sedikit pertumbuhannya.

“Kalau dilihat dari yield curve sudah mulai agak flat, jadi perkembangannya masih menggembirakan. Ini kondisi naik dari kondisi terakhir,” ucapnya.

Linda mengakui ada sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh industri pasar modal. Pertama, soal ketersediaan produk pasar modal yang dinilai masih kurang.

“Ada 4 yang harus diperhatiak dari sisi supply produk, dari jumlah kurang, keberagaman juga kurang. OJK pasar modal dan SRO pasar modal (BEI, KPEI, dan KSEI) kita encourage dari sisi quantity dan jenis produk,” jelasnya.

Kedua proses bisnis dalam mencari pendanaan dan investasi yang bisa efisiensi dan efektif. Ketiga pengembangan infrastruktur pasar modal yang terus digiatkan.

“Bisnis proses gimana melakukan funding dan investasi dengan efisien dan efektif. Caranya dibantu beberapa tools infrastruktur,” ucapnya.

Terakhir jumlah investor yang masih cukup banyak dari investor asing. Ke depan OJK berupaya fokus meningkatkan peran serta masyarakat dengan potensi demand untuk mencari funding pada pasar modal/

“Sekarang banyak rally dari demand asing makanya salah satu indikator yakni ada keterlibatan minat asing ke pasar modal Indonesia,” ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement