REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menjelaskan Masjid Agung Kota Bogor di Jalan Dewi Sartika, Kecamatan Bogor Tengah, direncanakan akan terintegrasi dengan Alun-Alun dan Stasiun Bogor. Namun, proses pembangunan yang telah berjalan sejak 2017 itu harus kembali mengalami perubahan desain konstruksi lantaran pembangunan alun-alun yang molor.
"Ketika masa tunda ini kita akan koordinasi dengan Jawa Barat agar alun-alun ini terintegrasi dengan masjid dan kita juga akan koordinasi dengan PT Kereta Api Indonesia," kata Bima di dalam Rapat Kerja IV Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Agung Kota Bogor, Rabu (22/7).
Bima menjelaskan, sempat membahas proses integrasi masjid dan Stasiun Bogor bersama Dirut PT KAI Didiek Hartantyo. Hasilnya, Bima mengklaim, PT KAI telah menyepakati usulan tersebut.
"Ini menjadi terintegrasi satu sama lain, menjadi satu nafas begitulah kira-kira," ucap Bima.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Bogor Chusnul Rozaqi menjelaskan, pembangunan masjid agung masih menunggu hasil rekomendasi dari Kementerian PUPR. Sebab, kontruksi Masjid Agung tak mampu menopang beban bangun.
"Kita perbaiki agar maupun penyelesaian atap yang strukturnya terpisah dari yang sudah ada," kata Chusnul.
Pembangunan Masjid Agung dimulai sejak 2015 dengan bantuan Rp 50 miliar dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar). Namun, 2016 pembangunan terhenti lantaran dua kali mengalami gagal lelang proyek.
Pada 2017, proyek pembangunan dihentikan karena Inspektorat Jabar menemukan ketidaksesuaian proses pekerjaan dengan rencana awal pembangunan. Pada 2018, pengerjaan kembali dilakukan Pemkot Bogor dengan anggaran Rp 8,6 miliar. Pengerjaan tersebut, menghasilkan bangunan fisik mencapai 65 persen.
Pada 2019, Pemkot kembali menyiapkan anggaran Rp 15 miliar untuk pembangunan. Namun, Puslitbang Perumahan dan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan audit konstruksi Masjid Agung pada 2019 yang mengharuskan pembangunan dihentikan sementara.
Audit yang seharusnya sudah keluar pada tahun tersebut baru diterima Pemkot Bogor pada 2020. Hasilnya, kontruksi tidak dapat menopang atap dengan beban berat yang mengharuskan pembuatan struktur baru.
Saat ini, Chusnul menjelaskan, proses redesain konstruksi masih berjalan. Nantinya, dia menjelaskan, akan segera melakukan lelang bila detail redesain telah dibuat.
"Sekarang kita detailakn untuk sampai kepada anggaran yang dibutuhkan," ujarnya.
Chusnul menjelaskan, proses pembangunan sangat tergantung pada kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor. Apalagi, biaya pembangunan masjid juga mengalami realokasi akibat dampak pandemi Covid-19.
"Kalau saya inginnya ini segera selesai karena ini kan sangat dibutuhkan oleh masyarakat di sana ya kurang lebih kan mangkrak empat tahun," ucapnya.
Ketua DKM Masjid Agung Dede Supriatna menjelaskan, Masjid Agung tidak hanya menekankan pada kuantitas jamaah. Namun, keamanan kontruksi juga harus terjamin.
"Semua harus terkondisi dengan struktur bangunan yang kokoh, bersih, aman dan nyaman," ucap Dede.
Dia menjelaskan, keberadaan Masjid Agung sangat dinantikan masyarakat sekitar. Apalagi, masjid terletak di tengah-tengah keramaian, yakni dekat dengan Pasar dan juga Stasiun Bogor.
Meskipun belum selesai, Dede menjelaskan, rapat kerja DKM tetap harus dilakukan untuk merumuskan program kerja. Demikian, jemaah Masjid yang biasanya mencapai 2.000 orang setiap sholat Jumat dapat tetap berjalan.
"Bagaimana idarah (manajemen), imarah (memakmurkan), dan ri'ayah (pemeliharaan) tetap berjalan meski dalam kondisi penataan," ujarnya.
Anggota Komisi III DPRD Kota Bogor Zaenul Mutaqin Zaenul mendesak Pemkot Bogor mengupayakan agar proses pembangunan Masjid Agung. Bagaimanapun juga, Zaenul mengatakan, penyelesaian pembangunan Masjid Agung sangat dinanti oleh masyarakat.
"Karena Masjid Agung ini sangat dibutuhkan sebagai tempat ibadah oleh masyarakat khususnya di sekitar Pasar (Anyar) dan Stasiun (Bogor)," kata Zaenul.