REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR — Pengadilan Tinggi Malaysia membebaskan 27 pengungsi Rohingya dari hukuman cambuk pada Rabu (22/7).
Mereka merupakan bagian dari 40 pengungsi Rohingya lainnya yang dikenai hukuman pada bulan lalu oleh pengadilan di Langkawi, karena memasuki Malaysia secara ilegal.
Sebanyak 40 pengungsi Rohingya tersebut dijatuhi hukuman penjara selama tujuh bulan. Pengadilan Tinggi Alor Setar di negara bagian Kedah membebaskan hukuman cambuk setelah meninjau kembali kasus terhadap 27 pengungsi Rohingya.
Pengacara pengungsi Rohingya, Andrew Collin mengatakan, dalam ulasannya pengadilan memutuskan hukuman cambuk tidak manusiawi karena mereka adalah pengungsi. Selain itu, mereka tidak memiliki riwayat kejahatan sebelumnya.
"Keputusan ini patut dipuji karena menunjukkan perlindungan hak asasi manusia oleh Pengadilan Tinggi," ujar Andrew.
Di bawah Undang-Undang Keimigrasian Malaysia, siapa pun yang secara ilegal masuk ke negara itu dapat menghadapi denda 10.000 ringgit atau 2.345 dolar AS, hingga penjara lima tahun serta enam pukulan tongkat.
Andrew mengatakan, pengadilan biasanya memutuskan hukuman cambuk ketika terdakwa melakukan tindakan kekerasan, pelanggaran berulang atau mengancam ketertiban umum.
Beberapa kelompok hak asasi manusia termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch mendesak Malaysia agar tidak memberikan hukuman cambuk kepada para pengungsi Rohingya. Andrew mengatakan, pengadilan memerintahkan untuk membebaskan enam remaja Rohingya yang sebelumnya dijatuhi hukuman penjara tujuh bulan.
Malaysia telah menjadi tujuan favorit bagi pengungsi Rohingya. Namun Malaysia belum lama ini menolak masuk kapal-kapal yang membawa pengungsi Rohingya dan menajan mereka. Malaysia menyatakan tidak mampu lagi menerima imigran karena kondisi ekonomi negara yang sedang menurun akibat pandemi virus korona.