Kamis 23 Jul 2020 04:00 WIB

DPR AS Siap Hapus Aturan Trump Soal Imigran Muslim Masuk AS

Aturan Trump soal imigram Muslim masuk AS siap dihapus.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
DPR AS Siap Hapus Aturan Trump Soal Imigran Muslim Masuk AS. Foto ilustrasi: I am a Muslim Too: Muslimah Amerika tengah shalat di sela unjuk rasa menolak kebijakan Anti Imigran Trump di Lapang Times Square New York, AS, (19/2) waktu setempat.
Foto: Andres Kudacki/AP
DPR AS Siap Hapus Aturan Trump Soal Imigran Muslim Masuk AS. Foto ilustrasi: I am a Muslim Too: Muslimah Amerika tengah shalat di sela unjuk rasa menolak kebijakan Anti Imigran Trump di Lapang Times Square New York, AS, (19/2) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat pada Rabu (22/7) akan memberikan suara soal Rancangan Undang-Undang (RUU) yang membalikkan perintah kontroversial Presiden Donald Trump yang melarang masuknya imigran dari sebagian besar negara-negara mayoritas Muslim.

RUU itu, yang disebut UU NO BAN, memiliki dukungan luas di kalangan legislator Demokrat. Kemungkinan RUU tersebut akan disahkan DPR yang memang dikendalikan Demokrat meski ada penolakan dari Partai Republik dan Gedung Putih.

Baca Juga

Direktur Eksekutif Muslim Advocates, sebuah kelompok yang mendukung RUU itu, Farhana Khera, mengatakan, saat ini ada jutaan orang AS yang dipisahkan dari keluarganya dan orang-orang tercintanya karena ada aturan pelarangan itu.

"Orang tua yang tidak dapat dipersatukan kembali, keluarga yang tidak dapat dipersatukan kembali, kakek-nenek yang kehilangan agenda kehidupan," kata Khera sebagaimana dilansir dari Al Jazeera, Rabu (22/7).

RUU itu memperluas ketentuan anti-diskriminasi dalam hukum imigrasi AS dan akan membatasi kemampuan presiden AS di masa depan untuk menghalangi masuknya berdasarkan agama. Secara khusus, RUU itu akan menghentikan perintah eksekutif Trump yang memberlakukan larangan imigrasi dari sebagian besar negara mayoritas Muslim.

Larangan awal presiden menargetkan Iran, Libya, Somalia, Suriah dan Yaman, memicu kecaman bahwa itu sama dengan diskriminasi agama yang melanggar hukum. Trump kemudian memperluas larangan untuk memasukkan Venezuela dan Korea Utara, dan kemudian menambahkan Nigeria, Sudan, Myanmar dan tiga negara lainnya ke dalam daftar.

Dalam debat Rabu ini waktu setempat, Demokrat berencana untuk berbagi cerita dari puluhan konstituen Amerika mereka yang telah melihat anggota keluarga dicegah memasuki AS karena alasan sewenang-wenang di bawah larangan tersebut.

Pada Senin lalu, kandidat presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, yang mendekati pemilih dari kalangan Muslim, mengatakan kepada sebuah organisasi politik Muslim bahwa ia akan membatalkan larangan tersebut jika terpilih sebagai presiden pada hari pertama saat terpilih.

"Komunitas Muslim adalah yang pertama merasakan serangan Donald Trump pada komunitas Hitam dan Coklat di negara ini, dengan larangan Muslimnya yang kejam. Pertarungan itu adalah rentetan pembuka dalam apa yang telah hampir empat tahun tekanan dan penghinaan konstan," kata Biden kepada kelompok itu.

"Jika saya mendapat kehormatan menjadi presiden, saya akan mengakhiri larangan Muslim pada hari pertama," kata Biden.

Wa'el Alzayat, CEO Emgage Action, sebuah organisasi keterlibatan Muslim-Amerika dan organisasi mobilisasi politik Muslim-Amerika, mengapresiasi sumpah Biden untuk mengakhiri larangan Muslim pada hari pertama kepresidenannya. "Ini menunjukkan komitmennya untuk mengakhiri bentuk Islamophobia yang dilembagakan ini yang telah menyebabkan penderitaan besar bagi komunitas Muslim global," kata Alzayat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement