REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyebutkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun ini berpeluang menyinergikan pengendalian Covid-19 dari sisi kesehatan dan pemulihan ekonomi yang sempat tertekan. Asalkan, ujarnya, pelaksanaan pilkada yang mencakup 270 daerah benar-benar dijalankan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Fadjroel menjabarkan, dorongan ekonomi bisa terjadi karena pilkada sendiri diikuti oleh 106 juta pemilih. Seluruh prosesnya diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja baru untuk 3,5 juta orang selama 6 bulan.
Belum lagi, belanja modal/barang langsung senilai Rp 20 triliun. Rinciannya, alokasi dari APBD senilai Rp 15 triliun dan Kementerian Dalam Negeri telah menyetujui penambahan anggaran untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 senilai Rp 5,1 triliun untuk pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi penyelenggara pemilu dan pemegang hak suara.
"Dengan jumlah yang besar itu, tentu saja kita berharap dengan aturan protokol kesehatan yang ketat sesuai standar WHO, kedisiplinan masyarakat dan petugas Pemilu dalam menjalani protokol kesehatan, tidak akan terjadi klaster penyebaran baru Covid-19," jelas Fadjroel, Kamis (23/7).
Menurutnya, pelaksanaan pilkada di masa Adaptasi Kebiasaan Baru dapat menjadi momentum bagi masyarakat bersama penyelenggara negara untuk bangkit bersama dan menjadikan pilkada ajang adu gagasan, adu berbuat dan bertindak untuk meredam laju penyebaran Covid-19.
Sidang Parpipurna pada Selasa (14/7) lalu secara aklamasi menyetujui Perppu No.2 Tahun 2020 menjadi UU. Dalam prosesnya, penerbitan Perppu tersebut diinisiasi Mendagri di saat terjadi kekosongan hukum ketika pelaksanaan Pilkada yang sedianya digelar tanggal 9 September 2020 ditunda menjadi 9 Desember 2020.
"Disahkannya UU Pilkada sebagai payung hukum pelaksanaan Pilkada menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia berani dan siap membangun demokrasi," kata Fadjroel.