REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberlakukan sanksi pada Korea Utara (Korut) pada 2017, salah satu target utama adalah cumi-cumi karena merupakan ekspor utama. Namun, China justru menentang penerapan sanksi dengan melakukan penangkapan di wilayah tersebut, Kamis (23/7).
Laporan Global Fishing Watch menyatakan, sejak sanksi diberlakukan, kapal-kapal China telah menangkap cumi-cumi senilai lebih dari setengah miliar dolar AS. Uang itu tidak dikirim ke Korut, tetapi kapal-kapal membayar Pyongyang untuk hak menangkap ikan. Pengaturan itu telah berlaku selama lebih dari 15 tahun dan terus menjadi pemasukan meski telah terjadi pemberlakukan sanksi perdagangan.
Menggunakan teknologi satelit, dan bekerja dengan para peneliti dari Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, dan Australia, Global Fishing Watch menetapkan bahwa lebih dari 900 kapal yang berasal dari China telah menangkap ikan di perairan Korut selama musim cumi 2017. Sedangkan, tahun berikutnya sebanyak 700 kapal.
Kapal-kapal China diperkirakan telah menangkap cumi-cumi hampir sebanyak Jepang dan Korea Selatan kalau digabungkan. Lebih dari 160.000 metrik ton cumi-cumi bernilai lebih dari 440 juta dolar AS diperoleh China.
"Ini adalah kasus penangkapan ikan ilegal terbesar yang diketahui dilakukan oleh satu armada industri yang beroperasi di perairan negara lain," kata ilmuwan data senior di Global Fishing Watch dan seorang penulis utama dari dua laporan mengenai subjek yang diterbitkan kelompok itu, Jaeyoon Park.
Sebelum muncul laporan Global Fishing Watch, Panel PBB mengatakan bahwa kapal-kapal China masih memancing di perairan Korut meski ada sanksi yang menentukan larangan pembelian hak penangkapan ikan dari pemerintah Pyongyang. Namun, laporan baru itu menambah banyak hal yang diketahui tentang aktivitas China, termasuk hubungannya dengan kematian nelayan Korut.
Kapal-kapal China juga telah mengusir nelayan Korut dari perairannya. Kondisi itu memaksa mereka dalam perjalanan berbahaya ke laut yang lebih jauh, banyak di antaranya berakhir dengan kematian.
Dikutip dari NYTimes, selama beberapa tahun terakhir, ratusan kapal kecil Korut telah tenggelam di pantai Jepang dan Rusia. Sebagian besar ditemukan kosong, tetapi beberapa kapal membawa orang dengan selamat yang selamat dan yang lain berisi sisa-sisa jenazah manusia.
Sebanyak 45 kapal seperti itu ditemukan di Jepang pada 2015, dan jumlahnya telah meningkat secara dramatis sejak itu. Pada 2018, 225 kapal Korut ditemukan dan tahun lalu sebanyak 158.
"Insiden itu sering melibatkan kelaparan dan kematian, dan banyak desa nelayan di pantai timur Korut sekarang telah menciptakan desa 'janda'," kata Global Fishing Watch dalam salah satu laporan barunya, "Menerangi Armada Penangkapan Ikan Gelap di Korea Utara," yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances.