Kamis 23 Jul 2020 17:32 WIB

Menlu Prancis Kunjungi Lebanon, Desak Reformasi Ekonomi

Lebanon gagal membayar utang luar negerinya

Red: Nur Aini
 Seorang demonstran anti-pemerintah memegang bendera Lebanon
Foto: AP/Hussein Malla
Seorang demonstran anti-pemerintah memegang bendera Lebanon

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian akan mendesak Lebanon untuk melaksanakan reformasi yang sangat dibutuhkan untuk membantu negara itu keluar dari krisis keuangan akut.

Desakan itu akan disampaikan Menlu Prancis selama kunjungan ke Beirut yang dimulai pada Kamis (23/7) dengan pertemuan dengan Presiden Michel Aoun. Krisis keuangan, yang berakar selama beberapa dekade akibat korupsi dan pemborosan negara, menimbulkan ancaman terbesar bagi stabilitas Lebanon sejak perang saudara 1975-90.

Baca Juga

Nilai mata uang yang jatuh telah menyebabkan melonjaknya inflasi dan kemiskinan. Selain itu, para nasabah telah kehilangan akses bebas ke rekening mereka akibat sistem perbankan yang lumpuh. Prancis telah memimpin upaya internasional untuk membuat Lebanon melakukan reformasi, menjadi tuan rumah pertemuan donatur pada 2018 saat lebih dari 11 miliar dolar AS (sekitar Rp 161 triliun) dijanjikan untuk investasi infrastruktur yang bergantung pada reformasi yang diikrarkan tetapi tidak dijalankan.

"(Le Drian) ingin mengirim pesan yang kuat kepada otoritas dan politisi Lebanon tentang perlunya reformasi segera dan menekankan ketidakmampuan dan penolakan kami...untuk memberikan dukungan ekonomi dan keuangan sampai tindakan nyata dan reformasi cepat dimulai," kata seorang diplomat Eropa.

Lebanon memulai pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Mei, tetapi pembicaraan itu telah ditunda karena tidak adanya reformasi dan munculnya perselisihan antara pemerintah, sektor perbankan dan politisi mengenai skala kerugian finansial yang besar dalam sistem perbankan di negara itu. Kantor Kepresidenan Lebanon mengatakan bahwa Aoun bertemu Le Drian, yang akan menyampaikan konferensi pers di kementerian luar negeri Lebanon pada Kamis malam.

Salah satu dari banyak area di mana para donatur ingin melihat kemajuan dari Lebanon adalah perbaikan jaringan listrik milik negara yang boros, yang menghabiskan dana publik hingga dua miliar dolar AS (sekitar Rp 30 triliun) per tahun padahal gagal memenuhi kebutuhan listrik di Lebanon.

Lebanon, negara dengan salah satu beban utang publik tertinggi di dunia, gagal membayar utang luar negeri mata uang asingnya pada Maret, dan menyebut kegagalan itu akibat cadangan devisa yang sangat rendah. Pound Lebanon telah kehilangan sekitar 80 persen dari nilainya sejak Oktober.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement