REPUBLIKA.CO.ID, Islam memberikan batasan yang rigid terkait dengan aurat. Bagi Muslimah aurat tersebut hendaknya tidak memunculkan erotisme.
Ada pihak yang mempertanyakan batasan erotisme. Kalangan non-Muslim mungkin sulit untuk mencari rujukan dan standar.
Tapi bagi umat Islam tidaklah sulit. Hadits Nabi SAW Riwayat Abu Dawud menerangkan sebagai berikut:
أن أسماء بنت أبي بكر دخلت على النبي ﷺ في بيت عائشة وعليها ثياب رقاق، فأعرض عنها عليه الصلاة والسلام وقال: يا أسماء ! إن المرأة إذا بلغت المحيض لم يصلح أن يرى منها إلا هذا وهذا، وأشار إلى وجهه وكفيه
Ketika sahabat bernama 'Asma' masuk ke rumah Nabi SAW memakai baju yang tipis kainnya. Nabi SAW berpaling darinya dan menegur dengan menyatakan : ''Hai Asma sesungguhnya wanita itu jika sudah dewasa tidak boleh memperlihatkan sekujur tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan''. Hadist ini bisa menjadi rujukan
Kalangan feminis yang selalu mengusung jargon kesetaraan jender dan emansipasi wanita pun bukannya memrotes tampilan erotis, tapi mendukungnya. Bukankah kesalahan atas terjadinya pelecehan dan pemerkosaan itu tak semuanya bisa ditimpakan kepada kaum lelaki, jika justru kaum wanitanya tampil erotis dan menggoda? Upaya penistaan dan perendahan terhadap martabat wanita juga dilakukan melalui bisnis wanita. Banyak wanita dijadikan komoditi, jadi barang dagangan oleh germo dan mucikari.
Kiranya patut kita renungkan kembali, hadits Nabi SAW yang mengingatkan:
صنفانِ من أهلِ النارِ لم أرَهما، قومٌ معهم سياطٌ كأذنابِ البقرِ يضربون بها الناسَ. ونساءٌ كاسياتٌ عارياتٌ مميلاتٌ مائلاتٌ. رؤوسُهنَّ كأسنِمَةِ البختِ المائلةِ . لا يدخلْنَ الجنةَ ولا يجدْنَ ريحَها.
"Kelak di hari kiamat ada dua kelompok manusia yang masuk nerakanya paling akhir. Satu, orang-orang dengan pecut di tangan, mereka memukuli orang dengan pecut itu (para pemimpin yang zalim); dua, wanita yang berbaju tapi tampak auratnya, pantatnya bergoyang-goyang, kepalanya seperti tengkuk unta yang miring-miring (wanita yang erotis dan genit): Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mencium wanginya surga. (HR Muslim).