Jumat 24 Jul 2020 14:29 WIB

Penularan Covid-19 di Jabar Masuk Fase Local Transmission

Penular sudah tidak lagi di klaster besar, tapi acak menulari orang secara sporadis.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Virus corona dalam tampilan mikroskopik. (ilustrasi)
Foto: EPA/CDC
Virus corona dalam tampilan mikroskopik. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Klaster-klaster penyebaran Covid-19 di Jabar, sudah dinyatakan selesai ditanggulangi. Namun, setiap hari angka kasus Covid-19 di Jawa Barat masih bertambah.

Menurut Ketua Divisi Pelacakan Kontak, Pengujian Massal, dan Manajemen Laboratorium, pada Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar, Siska Gerfianti, kini sebagian besar penularan Covid-19 sudah masuk ke fase local transmission atau penularan lokal.

Baca Juga

"Jadi, bukan dari klaster-klaster besar lagi," ujar Siska kepada wartawan saat Konferensi Pers, di Gedung Sate, Jumat (24/7).

Siska mengatakan, penularan ini kebanyakan tidak ada dalam klaster-klaster seperti dulu, tapi sudah secara acak menulari orang-orang secara sporadis. Hal ini terjadi, karena sudah dibukanya sebagian besar aktivitas masyarakat di tempat umum, dari mulai mal, pasar, restoran, sampai tempat wisata, kemudian transportasi yang kembali aktif.

"Jadi orang-orang yang tertular ini, biasanya pada saat mengunjungi area publik gitu ya. Kita kadang lupa menerapkan protokol kesehatan di tempat publik, yakni pakai masker dengan benar, selalu menjaga jarak (antarindividu), dan sering cuci tangan atau tidak menyentuh muka," paparnya.

Siska mencontohkan, penularan yang terjadi di kalangan tenaga kesehatan. Saat melayani warga, para tenaga kesehatan selalu menggunakan alat pelindung diri yang lengkap dari mulai perisai wajah, masker, sampai baju hazmat. Namun, mereka lupa menjaga diri saat berkumpul dengan sesama tenaga kesehatan. "Yang kita lupa, pada saat ngariung (berkumpul)," katanya.

Misalnya, kata dia, saat makan banyak yang membuka masker saat berbincang-bincang. "Makanya tetap, pada saat kita melakukan kegiatan lainnya misalnya makan, walaupun dengan yang kita yakin itu orang-orang yang dekat di kantor, tetap kita harus jaga jarak dan pakai masker," katanya.

Siska menilai, banyaknya orang yang tertular, karena mengabaikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Kebanyakan, karena merasa bahwa orang di sekelilingnya tidak berpotensi menularkan Covid-19.

"Kemarin yang positif ini gara-gara abai. Karena tenang itu teman sekantor ya, atau temannya ini tiap hari ketemu. Padahal kan kita tidak tahu di sana teman kita itu ketemu dengan siapa, ke mana saja, dan lain-lain," katanya.

Penularan lain, kata dia, juga ditemukan di tempat wisata. Contohnya, hal ini ditemui berdasarkan pemeriksaan melalui rapid test di Puncak Bogor, beberapa waktu lalu. Dari pengujian kepada sejumlah wisatawan menggunakan rapid test, sebanyak 2 persen di antaranya dinyatakan reaktif.

"Dari yang 2 persen reaktif ini lalu dilakukan swab test, dan yang positifnya juga sekitar 5 persen dari sampling tadi. Itu memang terjadi. Jadi kalau misalnya dulu ada klaster-klaster besar, kalau sekarang kebanyakan adalah dari transmisi lokal yang seperti itu," katanya.

Bahkan, kata dia, tak memandang usia, pasien positif Covid-19 usia anak pun kini bertambah lagi sehingga melebihi 190 anak di Jabar. Mereka, kebanyakan tertular dari orang tua yang sebelumnya bekerja atau beraktifitas dan tertular di tempat umum karena abai melakukan protokol kesehatan.

"Tetapi yang jangan kita lupakan juga, bahwa sekarang ini kita sudah mulai membawa anak-anak kita ke tempat keramaian. Nah ini betul-betul kita ingin proteksi sebetulnya," katanya.

Siska mengingatkan, kalau tidak perlu dan tidak harus, lebih baik tidak membawa anak-anak kita ke pusat keramaian. "Kalaupun kita terpaksa keluar, selalu pakai masker. Kan kadang-kadang beberapa orang lupa, dia pakai masker tapi anaknya enggak dipakaikan masker," katanya.

Siska mengatakan, di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ini, semua protokol kesehatan harus dilakukan kepada siapapun. Karena, kini masyarakat sudah bisa dengan mudah bepergian dari kawasan yang memiliki risiko rendah penularan Covid-19 ke kawasan risiko tinggi, atau sebaliknya.

"Yang tertular sekarang ini memang kita telusuri, sudah tidak ada hubungan langsung dengan klaster-klaster besar yang dulu, tapi sudah mulai menjadi lokal transmisi saja. Dan ini memang berarti perlu kembali pengetatan dari semuanya," katanya.

Sebelumnya, terdapat empat klaster awal penyebaran Covid-19 di Jabar, yakni klaster Musyawarah Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Barat di Karawang, seminar keagamaan Gereja Bethel Indonesia (GBI) di Kabupaten Bandung Barat, serta Persidangan Sinode Tahunan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB), dan Seminar Bisnis Syariah di Bogor.

Kemudian muncul klaster instansi pendidikan berasrama, yakni Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri di Kota Sukabumi, Sekolah Calon Perwira (Secapa) TNI AD di Kota Bandung, dan Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom) di Kota Cimahi. Muncul juga klaster sebuah kosan pekerja industri di Karawang yang kemudian disebut klaster PT Unilever.

Pemprov Jabar sendiri, katanya, sudah melakukan semua anjuran WHO, terutama dalam melakukan pengetesan terhadap 1.000 orang dalam sehari. Dari sebuah klaster pun, katanya, orang yang dinyatakan positif berkisar antara 3,8 persen sampai 4,2 persen dari semua anggota klaster yang menjalani tes.

Setelah melakukan pengetesan terhadap 332 ribuan orang di Jabar selama ini, yakni 223 ribu orang melakukan rapid test dan 109 ribu orang jalani swab test PCR, katanya, Pemprov Jabar pun membeli kembali alat test untuk mencapai target pengetesan kepada 500 ribu orang atau 1 persen dari total penduduk Jabar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement