Jumat 24 Jul 2020 22:45 WIB

Advokasi Gencar, Pernikahan Anak di Babel Kini Turun

Babel masuk 11 besar pernikahan anak.

Advokasi Gencar, Pernikahan Anak di Babel Kini Turun. Ilustrasi
Foto: ANTARA/ Fakhri Hermanyah
Advokasi Gencar, Pernikahan Anak di Babel Kini Turun. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALPINANG -- Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggencarkan advokasi masyarakat desa terpencil guna mencegah dan menekan angka perkawinan anak yang masih tinggi di daerah penghasil timah itu.

"Alhamdulillah, saat ini angka perkawinan anak sudah menurun karena tingkat pemahaman keluarga sudah meningkat," kata Ketua TP PKK Provinsi Kepulauan Babel Melati Erzaldi, Jumat (24/7).

Baca Juga

Ia mengatakan pada masa lalu, Bangka Belitung menjadi salah satu provinsi dengan angka perkawinan anak cukup tinggi bahkan menjadi tiga besar tertinggi se-Indonesia. Tahun ini angka tersebut sudah menurun menjadi 11 tertinggi di Indonesia.

"Kita sebagai mitra pemerintah terus melakukan upaya menekan angka perkawinan anak ini, dengan menggencarkan sosialisasi dampak buruk dari perkawinan usia dini tersebut kepada masyarakat," ujarnya.

Dia menjelaskan pencegahan perkawinan anak itu sebagai bentuk dorongan TP PKK untuk mempercepat terwujudnya Kepulauan Babel sebagai provinsi layak anak. "Saat ini, hampir semua kabupaten/kota di Babel sudah menjadi daerah layak anak, namun untuk provinsi belum menjadi provila (provinsi layak anak), karena syarat provila ini setiap kabupaten harus memiliki poin minimal 500," katanya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan Pencatatan Sipil, dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Provinsi Kepulauan Babel Susanti mengatakan angka perkawinan anak masih tinggi, karena tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah untuk menekan pernikahan usia dini tersebut.

"Kasus perkawinan anak usia dini jelas akan banyak berdampak negatif terhadap kehidupan rumah tangga, karena mereka secara psikologis belum siap menjadi orang tua," katanya.

Selain itu dari sisi pendidikan akan banyak anak yang putus sekolah, sehingga memengaruhi kualitas sumber daya manusia di daerah itu. "Banyak dampak buruk yang akan didapatkan anak dari perkawinan usia dini. Misalnya peningkatan angka kemiskinan, pengangguran dan lainnya yang akan memperlambat pembangunan daerah," katanya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement