REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menilai likuiditas lembaga tersebut saat ini masih cukup untuk melakukan penempatan dana. Khususnya dalam upaya penanganan stabilitas sistem keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan bank.
"Terkait ketersediaan likuiditas LPS, jadi kami miliki dana Rp128 triliun, yang dalam bentuk SBN Rp 120 triliun. Apakah ini cukup? Ya relatif. Tetapi kalau melihat pemantauan yang kami lakukan, nilai ini sangat cukup untuk menangani berbagai permasalahan yang ada, sehingga kami rasa belum perlu untuk menerbitkan obligasi," ujar Halim saat jumpa pers secara daring di Jakarta, Jumat (24/7).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Rangka Melaksanakan Langkah-langkah Penanganan Permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan, apabila LPS diperkirakan akan mengalami kesulitan likuiditas untuk penanganan bank, LPS dapat melakukan repo kepada Bank Indonesia (BI), penjualan Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki LPS kepada BI, penerbitan surat utang, pinjaman kepada pihak lain, dan pinjaman kepada pemerintah.
Dalam beleid tersebut juga disebutkan, total penempatan dana oleh LPS pada seluruh bank paling tinggi 30 persen dari jumlah kekayaan LPS, dengan ketentuan paling tinggi sebesar 2,5 persen ditempatkan pada setiap bank.
Adapun jumlah kekayaan LPS yang dijadikan dasar perhitungan yaitu jumlah kekayaan LPS per 31 Desember 2019 sebesar Rp 120,58 triliun. Periode penempatan dana paling lama satu bulan dan dapat diperpanjang paling banyak lima kali, masing-masing paling lama satu bulan.
Hingga saat ini, lanjut Halim, LPS masih belum menerima surat permohonan dari OJK terkait penempatan dana di bank. "Sampai saat ini proses itu belum berjalan, artinya belum ada. Tapi tentu kami selalu siap kalau misalnya ada yang meminta, karena sudah ada tanda-tanda ada yang ingin mengajukan permintaan dana. Namun seperti diketahui tentu kami akan menunggu apakah memang nanti ada permintaan yang di-endorse oleh OJK. Sampai saat ini kita belum menerima dari OJK," kata Halim.
Dalam situasi pandemi, pihaknya semakin intensif berkomunikasi dengan OJK dalam konteks pemulihan ekonomi serta dalam proses penerbitan Peraturan LPS (PLPS) Nomor 3 Tahun 2020.
"Kami juga telah menyelesaikan MoU yang lebih detil lagi dari PLPS sebagai tindak lanjut bagaimana melakukan pemeriksaan bersama, berkoordinasi dalam konteks penempatan dana dan sebagainya," ujar Halim.
Sementara itu terkait kondisi kredit perbankan yang melambat seiring terkoreksinya ekonomi domesitk, Halim berharap pada semester kedua roda ekonomi mulai bergerak sehingga kredit dari perbankan juga dapat terserap dengan baik.
"Kalau kita bisa tumbuh tiga persen secara year on year itu saya kira cukup baik, namun tentu kita berharap bisa lebih tinggi lagi dan mudah-mudahan bisa recover selama semester kedua," kata Halim.