Jumat 24 Jul 2020 21:21 WIB

Ekonom: Perlu Insentif yang Aplikatif untuk Tarik Investasi

Insentif dari pemerintah harus bisa diterapkan dan dimanfaatkan pelaku usaha.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri menilai perlu ada insentif yang aplikatif untuk menarik investasi. Dengan begitu, Indonesia memiliki peluang yang sama dengan negara lain di mata investor.

"Sebenarnya kita sudah menyediakan insentif, namun sering kali sulit untuk diapilkasikan," ujar Enny dalam keterangan di Jakarta, Jumat (24/7).

Baca Juga

Menurut dia, insentif yang diberikan pemerintah harus bisa diterapkan dan dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Jangan sampai kebijakan tersebut bagus di atas kertas tetapi ketika akan dieksekusi justru sulit.

Indonesia, tambahnya, dapat mencontoh Vietnam yang memberikan kemudahan regulasi investasi, biaya ekspor yang lebih efisien, sampai infrastruktur yang dipersiapkan untuk mendukung industri.

Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang negatif terhadap realisasi investasi di Indonesia. Jika tidak ditangani dengan baik, dikhawatirkan realisasi investasi tidak akan mencapai target yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, nilai realisasi investasi di kuartal II-2020 sebesar Rp191,9 triliun dengan rincian sebesar Rp l94,3 triliun merupakan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sementara sebesar Rp97,6 triliun merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 97,6 triliun.

Dibandingkan periode sama tahun lalu, total nilai investasi di kuartal II-2020 turun sebesar 4,3 persen. Realisasi PMA turun lebih dalam, yakni sebesar 6,9 persen. Sementara jika dibandingkan kuartal I-2020, realisasi investasi di kuartal II-2020 turun hingga 8,9 persen. PMDN tercatat anjlok hingga 16,4 persen.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengakui, pencapaian realisasi investasi di kuartal II-2020 di bawah target yang ditetapkan yakni di atas Rp200 triliun. Tidak tercapainya target realisasi investasi di kuartal II ini disebabkan karena pandemi COVID-19.

BKPM menyatakan akan fokus membantu investor mengurus berbagai hal yang dibutuhkan seperti perizinan dari daerah hingga pusat. Asalkan, investor tersebut benar-benar serius menanamkan modal di Indonesia.

"Investor yang bawa modal, bawa teknologi, izinnya kami bantu. Contoh di Kawasan Industri Batang. Kami bikin tanahnya murah, izinnya cepat," ujar Bahlil beberapa waktu lalu.

Menurut Bahlil, penurunan realisasi investasi asing disebabkan ekonomi global yang sedang lesu akibat dampak COVID-19, bukan karena investor asing tidak percaya dengan Indonesia. Untuk mencapai target tahun ini, Bahlil mengatakan, BKPM akan terus mengejar investor yang telah menyatakan komitmen untuk menanamkan modal di Indonesia.

BKPM saat ini proaktif mengejar investor yang telah menyatakan komitmennya dan berkomunikasi dengan mereka untuk mengetahui hambatan yang dihadapi investor. Saat ini, BKPM telah memiliki Tim Mawar, tim khusus yang dibentuk secara khusus untuk menggaet investor.

BKPM juga akan memfasilitasi permintaan investor jika mereka serius merealisasikan komitmennya. Terkait insentif fiskal, misalnya, investor, baik yang baru mau datang maupun yang sudah datang, sering menanyakan mengenai insentif pajak ke BKPM.

Dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 2019, kewenangan pemberian insentif fiskal sudah beralih dari Kementerian Keuangan ke BKPM. Aturan tersebut membuat pemberian insentif fiskal bisa dilakukan lebih cepat.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement