REPUBLIKA.CO.ID, LAMPEDUSA -- Sekitar 100 migran yang mengarungi laut Mediterania dalam kapal-kapal kecil mendarat di pulau Lampedusa, Italia sebelah selatan, Kamis malam (23/7). Pendaratan tersebut merupakan yang terbaru dalam gelombang kedatangan kapal migran ke wilayah itu.
Sebelumnya, sekitar 15 kapal kecil yang mengangkut sekitar 300 migran tiba di Lampedusa antara pada Rabu malam (22/7) dan Kamis. Petugas pusat penahan migran di Lampedusa menyebutkan para migran itu datang dari Libya.
Mereka ada yang memang diselamatkan dari laut dan ada pula yang berhasil mencapai daratan sendiri. Kapal-kapal kecil yang baru tiba itu --beberapa hanya mengangkut delapan orang-- menambah jumlah migran yang hampir mencapai seribu orang di pulau tersebut dalam kedatangan selama tiga hari terakhir.
Sekitar seribu orang migran kini ditempatkan di pusat detensi, yang sebenarnya diperuntukkan bagi 100 orang saja. Pemerintah setempat telah mengeluarkan perintah pemindahan darurat terhadap sekitar 300 migran ke pusat penahanan di kota lain, Sicily.
Perkara kelebihan kapasitas migran di Lampedusa juga mengarah pada kemunculan kembali perihal keimigrasian sebagai isu politis. Mantan menteri dalam negeri Italia, Matteo Salvini, yang juga merupakan pemimpin Partai Lega Nord, mengunjungi Lampedusa serta pusat detensi migran pada Rabu.
Ia kemudian menuduh pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte terlalu lembek dalam menyikapi migrasi ilegal. "Saya tidak sabar kembali ke pemerintahan bersama orang-orang yang serius sehingga saya dapat menutup lagi gerbang-gerbang masuk untuk memblokade orang-orang yang nakal dan membukanya kemudian untuk warga negara yang taat hukum," kata Salvini di hadapan para pendukungnya di Lampedusa.
Ketika menjabat sebagai menteri, Salvini menutup pelabuhan-pelabuhan untuk hanya mempersilakan masuk kapal-kapal yang diorganisasi oleh lembaga bantuan kemanusiaan. Merespons pernyataan itu, Enrico Borghi--dari partai berkuasa, Partai Demokratik-- menuduh balik Salvini sebagai seorang demagog (politikus yang menghasut rakyat agar mendapat kekuasaan). Borghi juga menyatakan pemerintahan saat ini tidak akan membiarkan orang-orang 'tenggelam'.