Ahad 26 Jul 2020 08:02 WIB

Jadikan Putusan PTUN Bahan Evaluasi Penyelenggara Pemilu

Presiden tidak perlu melakukan upaya hukum atau banding atas putusan PTNU tersebut.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta presiden menjadikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai rekomendasi untuk mengevaluasi tata kelola penyelenggaraan pemilihan umum. Diketahui, putusan PTUN Jakarta menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemberhentian dengan tidak hormat Evi Novida Ginting Manik dari anggota KPU RI.

"Presiden bisa juga merekomendasikan semacam, ayo dong diperbaiki tata kelola penyelenggaraan pemilu dan hal-hal yang mesti dikuatkan agar peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi," ujar Manajer Program Perludem, Fadli Ramadhanil dalam diskusi virtual, Sabtu (25/7).

Dia menyarankan, presiden tidak perlu melakukan upaya hukum atau mengajukan banding atas putusan PTUN Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT itu. Menurut Fadli, energi dan waktu untuk menempuh proses hukum, lebih baik digunakan untuk perbaikan tata kelola penyelenggaraan pemilu agar peristiwa tersebut tidak terjadi lagi.

Dia mendorong, putusan PTUN yang membatalkan Keppres Nomor 34/P Tahun 2020 tentang pemecatan Evi dari komisioner KPU RI menjadi bahan refleksi internal penyelenggara pemilu, baik itu KPU, Bawaslu, maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). KPU harus memperbaiki kinerjanya agar meminimalisasi gugatan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu ke DKPP.

Sementara, Bawaslu dapat melakukan refleksi dalam mengeluarkan kebijakan terhadap pengawasan pemilu. Begitu pula dengan DKPP yang perlu lebih cermat melaksanakan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dari sisi substansi maupun prosedur.

"Duduk bersama dalam sebuah forum--bisa informal dan bisa forum formal--untuk membicarakan arah penguatan kelembagaan penyelenggaraan pemilu untuk mewujudkan pemilu yang adil ke depan," kata Fadli.

Dia berharap, porsi kewenangan, kewajiban, dan tugas masing-masing lembaga penyelenggara pemilu dapat dikontrol dan dikelola dengan baik untuk penguatan pelaksanaan pemilu. Tidak lagi mengedepankan ego sektoral masing-masing lembaga, apalagi memperuncing persoalan ini.

Sebelumnya, PTUN mengabulkan gugatan mantan Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik seluruhnya pada Kamis (23/7) lalu. PTUN menyatakan batal dan tidak sah Keppres Nomor 34/P Tahun 2020 tentang pemberhentian dengan tidak hormat anggota KPU RI Evi masa jabatan 2017-2022.

PTUN mewajibkan tergugat atau presiden untuk mencabut Keppres tersebut. PTUN mewajibkan tergugat merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan penggugat atau Evi sebagai anggota KPU RI seperti semula. PTUN menghukum tergugat untuk membayar perkara sejumlah Rp 332 ribu.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement