Ahad 26 Jul 2020 09:36 WIB

Selain Hagia Sophia, Turki-Yunani Juga Ribut di Mediterania

Konflik Yunani Turki makin memanas di wilayah migas Laut Mediterania Timur

Rep: Ebru Şengül Cevrioğlu/ Red: Elba Damhuri
Bendera Turki di jembatan Martir, Turki
Foto: AP
Bendera Turki di jembatan Martir, Turki

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Konflik Turki dan Yunani tak hanya soal alih fungsi Hagia Sophia menjadi masjid. Kedua negara juga konflik panjang di Laut Mediterania yang kaya kandungan migas dan strategis sebagai jalur pelayaran.

Kegiatan eksplorasi dan pengeboran minyak dan gas Turki di Mediterania Timur didasarkan pada pijakan hukum internasional yang kuat, menurut para pakar energi pada Kamis.

Sebagai bagian dari kegiatan eksplorasi hidrokarbon, Turki mengumumkan dimulainya kegiatan penelitian seismik baru dengan kapal seismik MTA Oruc Reis di Mediterania Timur melalui NAVTEX (navigasi navigasi) pada 21 Juli 2020.

Menggunakan dalih pulau kecil yang tak jauh dari pantai Turki, Kementerian Luar Negeri Yunani menuduh kapal perang Turki MTA Oruc Reis telah melanggar haknya di landas kontinen Mediterania Timur.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Anadolu Agency, kepala Lembaga Penelitian Hukum Energi Suleyman Bosca mengatakan hak-hak negara di landas kontinen secara de facto tidak dapat disangkal dan hak dasar yang tidak memerlukan deklarasi.

"Menurut perjanjian internasional, negara-negara pantai memiliki landas kontinen, yang didefinisikan sebagai 200 mil laut dari pantai," jelas Bosca menambahkan bahwa zona maritim yang berkaitan dengan perjanjian bilateral serta praktik kebiasaan internasional didasarkan pada hukum internasional laut.

"Perjanjian antara Yunani dan Italia tentang batas-batas laut untuk menetapkan zona ekonomi eksklusif bulan lalu ditentukan oleh daratan mereka, yang berarti Yunani secara implisit mengakui bahwa pulau-pulau itu tidak memiliki hak untuk landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif," tutur Bosca. 

Dia berpendapat bahwa dalam situasi saat ini, pulau-pulau milik Yunani berada di perbentangan alami Turki dan oleh karena itu tidak dapat dianggap sebagai landas kontinen.

"Karena resolusi Pengadilan Internasional menuntut penentuan landas kontinen menghormati prinsip pembagian yang adil, klaim Yunani terhadap pulau-pulau ini harus dipertimbangkan di bawah landas kontinennya yang bertentangan dengan prinsip 'pembagian yang adil'," ujar dia.

Dia berpendapat bahwa sikap Yunani juga bertentangan dengan Perjanjian Perdamaian Lausanne yang menegaskan Turki dan Yunani harus sama-sama mendapat manfaat dari Laut Aegea.

Bosca mengatakan daerah-daerah yang menjadi fokus penelitan Turki dengan Kapal Oruc Reis di mana Turkish Petroleum diberikan tujuh lisensi, di bawah pakta zona maritim antara Turki dan Libya.

Pada 27 Februari, Turki menyampaikan koordinat geografis yang telah disepakati kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

November lalu, Turki dan Libya menandatangani pakta penting tentang kerja sama militer dan batas-batas di Mediterania.

Pakta maritim, mulai 8 Desember, menegaskan hak-hak Turki di Mediterania Timur dalam menghadapi pemboran sepihak oleh pemerintah Siprus Yunani, sementara mengklarifikasi bahwa Republik Turki Siprus Utara (TRNC) juga memiliki hak atas sumber daya di daerah tersebut. 

"Tindakan Turki memegang dasar hukum karena sejalan dengan perjanjian internasional, namun klaim Yunani bertentangan dengan hukum internasional," kata Bosca.

Turki patuh pada Hukum Internasional

Oguzhan Akyener, presiden Pusat Penelitian Strategi & Politik Energi Turki (TESPAM), berpendapat bahwa mendefinisikan landas kontinen berdasarkan pulau yang jauh dari daratan adalah melanggar hukum internasional.

Dia mengatakan kriteria utama untuk menggambarkan landas kontinen adalah panjang bagian depan, jarak dari daratan dan lokasi, yang telah membuat klaim Yunani batal dan tidak berlaku menurut hukum internasional.

Akyener menekankan bahwa itu benar-benar kacau untuk mengajukan klaim landas kontinen atas pulau-pulau tersebut. 

"Ada sejumlah besar konvensi dan resolusi hukum internasional untuk kesepakatan bilateral antara Yunani dan Italia, Inggris dan Prancis, Nikaragua dan Kolombia, Libya dan Malta, Tunisia dan Italia, Papua Nugini dan Australia dan banyak kasus lainnya," sebut dia.

Turki bergantung pada perjanjian seperti ini dalam menyajikan dan mendukung klaimnya yang sah dan Turki telah mengambil inisiatif yang diperlukan dan membuat deklarasi di PBB, kata Akyener.

Dia menjelaskan bahwa dalam kerangka ini, NAVTEX telah disiarkan tentang eksplorasi dalam wilayah 2 kilometer dari daratan Anatolia sesuai dengan hak Turki untuk mengeksplorasi sumber daya hidrokarbon.

“Turki pasti tidak akan berkompromi soal hak-haknya atau membiarkan tetangga-tetangganya yang kuat, seperti Libya, diganggu. Turki adalah negara yang paling kuat dan paling sah secara hukum di wilayah ini dalam segala hal,” pungkas dia.

BACA JUGA: Konsulat AS di Chengdu China Ditutup di Bawah Keamanan Ketat

 

Link: https://www.aa.com.tr/id/dunia/kebijakan-energi-turki-di-mediterania-timur-sesuai-hukum/1920605

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement