REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kasus covid-19 di Indonesia, hampir 100 ribu kasus. Menghadapi ini, Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan (GTPP) COVID-19 Jawa Barat, masih tetap pada kebijakannya.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jabar, Berli Hamdani, kebijakan Pemprov Jabar dalam mencegah penyebaran Covid-19 masih tetap. Yakni, dengan meningkatkan pelaksanaan 3T yakni, testing, tracing, dan tracking.
"Standar PCR kan 0,6 persen populasi. Atau di Jabar, 10 ribu PCR seminggu," ujar Berli, kepada Republika, Ahad (26/7).
Menurut Ketua Divisi Pelacakan Kontak, Pengujian, dan Manajemen Laboratorium Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Siska Gerfianti, gugus tugas provinsi dan BNPB menyediakan 6.000 swab test bagi pekerja di kawasan industri yakni Kahatex dan Dwipapuri.
"Karena kami sudah memasuki Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), maka tadi selain darurat kesehatan sudah lewat, sekarang pemulihan ekonomi, salah satunya berjalannya kegiatan ekonomi di kawasan industri," kata Siska.
Menurutnya, selain untuk memutus mata rantai penularan dan mencegah munculnya klaster industri, tes masif bertujuan memastikan pekerja dalam keadaan sehat.
Setelah Kahatex dan Dwipapuri, kata Siska, gugus tugas provinsi dan BNPB akan menggelar tes di kawasan industri lainnya. Level kewaspadaan daerah masuk dalam indikator pertimbangan prioritas tes masif.
"Tes dilakukan untuk memastikan bahwa kawasan industri di Jabar sudah sehat, clear, dan siap kembali beroperasi pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru," katanya.
Siska mengatakan, pengetesan masif di dua kawasan industri melibatkan berbagai pihak. Sekitar 120 tenaga medis dan 150 petugas keamaanan yang terdiri dari Satpol PP, Polri, TNI, dan Dinas Perhubungan ikut menyukseskan tes masif kali ini.
"Juga berkolaborasi dengan pengelola kawasan industri. Jadi ini kolaborasi luar biasa dari semua pihak. Antusiasme luar biasa, kami optimis rantai penularan di Jabar akan berhenti," katanya.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, Pemprov Jabar mewajibkan sekolah yang akan menggelar kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka agar melakukan uji usap (tes PCR) semua guru yang akan mengajar. Pemprov Jabar, kata dia, akan memfasilitasi tes PCR yang jumlahnya sesuai dengan permintaan dari daerah. Ini dilakukan untuk menihilkan potensi penularan saat KBM tatap muka berlangsung.
"Gurunya akan kita tes PCR, daerah tinggal mengajukan berapa ribu guru yang akan dites. Setelah selesai baru anak-anak boleh sekolah," ujar Ridwan Kamil, yang akrab disapa Emil.
Selain uji usap guru, kata dia, syarat lain yang harus dipenuhi adalah menerapkan protokol kesehatan ketat, di antaranya siswa tak hanya wajib menggunakan masker tapi dilengkapi dengan pelindung wajah (face shield). Kapasitas kelas juga dikurangi minimal 50 persen.
Emil menekankan, KBM tatap muka hanya dapat dilakukan di kabupaten/kota dengan zona hijau dan lebih spesifik lagi ke kecamatan zona hijau. "Sudah kami putuskan bahwa pembukaan sekolah akan segera dilakukan tapi tetap mengacu kepada keilmiahan yaitu harus zona hijau, tapi tidak lagi berbasis kabupaten melainkan kecamatan," katanya.
Emil mencontohkan, dari 47 kecamatan di Kabupaten Sukabumi, mayoritas kecamatan masuk zona hijau atau nol kasus positif. Maka kecamatan tersebut boleh KBM tatap muka.
Begitu juga, kata dia, pembelajaran tatap muka di wilayah berzona hijau harus menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Sebab, penerapan protokol kesehatan, seperti pakai masker, jaga jarak, dan sering cuci tangan, sangat efektif mencegah penularan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.