REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh: Ilham Bintang, Jurnalis Senior
Pekan kemarin ribut betul soal kue kelopon yang katanya tidak islami karena tidak ada kurma dan madu arabnya. Ya memang begitu klepon setahu saya makanan Jawa. Tapi ya memang manis karena ada gula. Bukan madu dan pakai parutan kepala, bukan potongan kecil kurma.
Tapi kali ini, saya akan cerita soal kua kampung saya, Barongki, yang jelas pengana Jawa, tapi Makassar. Apalagi, pada hari libur Minggu ini dapat kiriman Barongko dari sohib, Muhammad Said Didu (MSD).
Barongko, seperti klepon di Jawa, adalah kue yang terbuat dari pisang dan dibungkus daun pisang. Khas Bugis Makassar yang lezat. Kue ini menjadi hidangan utama pada acara pengantenan, atau acara silaturahim keluarga.
Kue ini termasuk langka, tidak mudah dicari di toko kue di Jakarta. Di Makassar sendiri tidak banyak toko yang menjual penganan itu. Barongko kiriman Pak MSD ini istimewa karena dibuat sendiri oleh beliau.
Pak MSD memang bikin iri karena punya banyak kemahiran: masak, bikin kue, bersawah, berkebun, berternak, dan dia terjun langsung urus itu. Suatu hari dia posting foto lagi panen pisang kepok di kebunnya.
Saya memberi komentar. "Rupanya dari sinilah ihwal mengapa kue Barongko istimewa itu ada di rumah hari ini,'' guman saya.
Mau? Tanya Pak MSD menanggapi komentar saya.
Unknya, belum sempat jawab pertanyaan saya, dia langsung minta dikirimi lagi alamat rumah.
"Terima kasih Pak. Asyik dibuat barongko".
"Bisa buatnya?"
"Nggak bisa !"
"Ya, udah nanti saya bikinin".
Di percakapan WAG, senior Karni Ilyas ikut bertanya: "Apa itu Barongko?"
Saya jawab: "Kue khas Bugis Makassar, makanan para raja zaman dulu."
"Oo kurang sosialisasi sih, sahut Karni Ilyas.
Nah! Ini kembali menjadi urusan Pak MSD lagi untuk mengenalkan Barongko. Mudah-mudahan gak ada yang ribut apakah kue khas Bugis ini makanan syariah atau tidak. Yang pasti halal!