REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Indonesia masih berkomitmen untuk menjaga kesepakatan 2018 atas pembelian jet tempur Sukhoi Su-35 buatan Rusia, meskipun ada ancaman sanksi dari Amerika Serikat. "Ini masih berlangsung," kata Duta Besar RI untuk Rusia Mohamad Wahid Supriyadi dalam sebuah wawancara dengan Sputnik di Moskow, belum lama ini.
Menteri Pertahanan (Menhan) Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto telah dua kali mengunjungi Moskow untuk beraudiensi dengan Menhan Rusia Rusia Jenderal Sergei Shoigu pada akhir Januari lalu, dan bertemu Wamenhan Rusia Kolonel Jenderal Alexander Fomin pada pekan ketiga Juni 2020.
Wahid mengatakan, sebagai negara independen, Indonesia memiliki hak untuk membeli peralatan pertahanan (alutsista) dari siapa pun yang dipilihnya. Kami memahami ada kekhawatiran dari negara tertentu, tetapi kami adalah negara merdeka. Kami memiliki peralatan militer yang dibeli dari banyak negara. Kami bisa mendapatkannya dari AS, dari Eropa, tetapi juga dari Rusia. Terserah kepada kami untuk memutuskan," ucap Wahid.
Menurut kesepakatan yang diteken kedua negara pada 2018, nilai kontrak 11 pesawat Sukhoi Flanker senilai 1,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 16 triliun. Wahid menegaskan, Jakarta belum meninggalkan perjanjian yang sudah dibuat. Sebenarnya kontrak pembelian Su-35 dibuat pada era Menhan Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu.
Kala itu, sistem pembayaran menggunakan 50 persen uang tunai, dan sisanya berupa barter komoditas asli Indonesia yang dikirim ke Rusia, yang melibatkan Kementerian Perdagangan. Sayangnya, hingga kini kontrak pembelian belum aktif hingga target pengiriman Sukhoi Su-35 belum juga dilakukan.
Sukhoi Su-35 direncanakan untuk memperkuat armada Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU). Kehadiran jet tempur generasi 4++ tersebut untuk menggantikan skadron pesawat F-5 yang merupakan produksi Amerika Serikat pada 1980-an, yang semua sudah dikandangkan (grounded) sejak April 2016.
Kantor berita Bloomberg, mengutip sumber-sumber dalam pemerintahan Trump, mengatakan, pada Maret lalu, ancaman sanksi AS telah memaksa Indonesia untuk meninggalkan kesepakatan dengan Rusia. Terlepas dari klaim itu, Wahid menegaskan, kesepakatan Indonesia dan Rusia terkait pembelian Sukhoi masih berlaku.