Senin 27 Jul 2020 11:58 WIB

Kriminolog: Janggal Polda Sebut Editor Metro TV Bunuh Diri

Menurut Adrianus Meliala, jika Yodi memang bunuh diri, tidak menusuk empat kali.

Rep: Meiliza Lavedaa/ Red: Erik Purnama Putra
Kabid Humas Kombes Yusri Yunus memperlihatkan gambar rekaman CCTV saat konferensi pers kasus Yodi Prabowo di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (25/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kabid Humas Kombes Yusri Yunus memperlihatkan gambar rekaman CCTV saat konferensi pers kasus Yodi Prabowo di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus meninggalnya editor Metro TV, Yodi Prabowo dinyatakan bunuh diri oleh polisi dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya pada Sabtu (25/7). Kriminolog Adrianus Meliala menilai, meninggalnya Yodi janggal jika disebut kasus bunuh diri.

Dia menjelaskan, ada beberapa hal yang mengganjal. Di antaranya, tikaman yang ditemukan pada tubuh Yodi sebanyak empat kali. Di bagian dada Yodi ditemukan tiga kali tikaman dangkal dua sentimeter dan satu yang menembus hingga ke paru-paru.

Menurut Adrianus, jika Yodi memang bunuh diri, tidak terlihat dengan tusukan sebanyak empat kali. "Kalau yang bersangkutan bunuh diri, menikam diri sendiri butuh keberanian. Hampir tidak ada yg berani. Sebanyak empat kali tusukan itu kelihatannya bukan percobaan bunuh diri, tapi tusukan orang lain," kata Adrianus saat dihubungi Republika, Senin (27/7).

Hal lain yang yang membuat Adrianus merasa janggal adalah sidik jari Yodi yang ditemukan di pisau. Terkait sidik jari, sambung dia, hal itu bisa diatur oleh pembunuh. Termasuk pada posisi tubuh yang tertelungkup.

Pasalnya, waktu yang tersedia untuk pembunuhan sendiri pun terlihat longgar sehingga pembunuh dapat mengatur tempat kejadian perkara (TKP). Pengaruh amphetamine yang dirasakan korban, seperti yang disampaikan polisi dalam konferensi pers, bisa menjadi penyebab utama nekat bunuh diri.

Menurut Adrianis, kemungkinan ada dua faktor pemicu Yodi bisa mengonsumsi narkoba, yakni karena tanpa tujuan atau dengan tujuan berani menghadapi orang lain. "Pengaruh amphetamine itu bikin orang berani," ujar anggota Ombudsman Republik Indonesia ini.

Terkait depresi yang dirasakan Yodi, Adrianus mengatakan, sebaliknya. Jika Yodi memang depresi, kata dia, Yodi tidak bisa bekerja secara prima di Metro TV. Nyatanya, Yodi bekerja sehari-hari dan tidak sampai ke tahap depresi.

Sementara pisau yang dibeli oleh Yodi di Ace Hardware, Adrianus tidak percaya jika hal itu digunakan untuk bunuh diri.  "Memangnya kalau beli pisau pasti untuk bunuh diri?" kata Adrianus.

Pada Sabtu (25/7), Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat mengatakan, kandungan ekstasi di dalam tubuh Yodi turut memperkuat dugaan bunuh diri.

Tubagus menyebut seseorang yang berada dalam pengaruh narkoba bisa melakukan hal yang sama sekali tidak terpikirkan oleh orang normal. "Apa pengaruhnya yang oleh orang normal tidak mungkin? Meningkatkan keberanian orang luar biasa. Maka yang harus diukur pengaruh amfetamin terhadap keberanian yang tidak mungkin dilakukan korban," jelas Tubagus.

Jasad Yodi Prabowo ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di pinggir Jalan Tol JORR Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat (10/7) siang. Namun, jenazah diyakini sudah tak bernyawa sejak Rabu (8/7).

Berdasarkan hasil autopsi, ditemukan luka tusukan senjata tajam, yakni pada leher dan dada sebelah kiri korban. Hal inilah yang menyebabkan korban meninggal dunia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement