Senin 27 Jul 2020 12:01 WIB

Aura Krisis dan Serapan Anggaran yang Belum Optimal

Realisasi anggaran penanganan Covid-19 baru sentuh Rp 136 T dari total Rp 695 T.

Presiden Joko Widodo menegaskan kepada jajarannya untuk tidak kendur dalam urusan penanganan Covid-19. Presiden meminta jajarannya juga berupaya mengoptimalkan serapan anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo menegaskan kepada jajarannya untuk tidak kendur dalam urusan penanganan Covid-19. Presiden meminta jajarannya juga berupaya mengoptimalkan serapan anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra, Antara

Kasus positif di Indonesia telah mencapai 98.778. Sebanyak 4.781 orang telah meninggal akibat Covid-19 di Tanah Air.

Baca Juga

Penambahan kasus positif Covid-19 stabil tiap hari di kisaran 1.500. Indonesia bisa dibilang masih belum dalam fase penurunan kasus Covid-19.

Presiden Joko Widodo meminta agar penanganan Covid-19 di Indonesia tak semakin menurun. Ia ingin agar aura krisis penanganan covid saat ini tak hilang. Hal ini disampaikannya saat membuka rapat terbatas pengarahan kepada Komite Penanganan Pemulihan Ekonomi Nasional dan Penanganan Covid-19 melalui video conference di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (27/7).

“Oleh sebab itu, hati-hati betul jangan sampai aura krisis itu sudah hilang. Semangat menangani krisis ini hilang atau turun,” ujar Jokowi.

Jokowi pun menegaskan, pembentukan komite penanganan pemulihan ekonomi nasional dan penanganan Covid ini dilakukan untuk mengintegrasikan kebijakan kesehatan dan kebijakan ekonomi. Kendati demikian, penanganan kesehatan tetap menjadi prioritas utama.  

“Tidak boleh mundur sedikitpun. Aura krisis kesehatan ini harus digaungkan sampai nanti vaksin tersedia dan bisa digunakan secara efektif,” tambahnya.

Ia juga menekankan tak ada pembubaran Satgas Penanganan Covid-19 di pusat maupun di daerah dengan terbentuknya komite ini. Semua pihak harus terlibat bekerja keras menangani pandemi ini.

“Saya ingin di setiap posko yang ada baik di BNPB, di pusat, di daerah, di komite, itu kelihatan sangat sibuk ke sana ke sini. Kita auranya krisis ada,” ungkap Jokowi.

Pada 20 Juli 2020, Presiden meneken Peraturan Presiden RI No. 82 tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang mencakup pembentukan Komite Kebijakan dengan Ketua Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Ketua Pelaksana Menteri BUMN Erick Thohir.

"Komite ini dibentuk untuk mengintegrasikan kebijakan kesehatan dan kebijakan ekonomi agar seimbang antara gas dan remnya dan penanganan kesehatan menjadi prioritas tidak boleh mengendur sedikit pun, aura krisis kesehatan ini harus terus digaungkan," kata Presiden.

Presiden meminta komite bekerja cepat mengatasi masalah di lapangan. "Saya ingatkan kalau masalahnya di regulasi dan administrasi segera dilihat betul, kalau memang di regulasi revisi regulasi itu agar segera ada percepatan, lakukan short cut, lakukan perbaikan, jangan sampai ada ego sektoral, ego daerah," katanya.

Satu hal lagi yang ditekankan Presiden kepada jajarannya, yaitu untuk mengeluarkan berbagai terobosan kebijakan. Faktanya sekarang realisasi anggaran untuk penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) baru mencapai 19 persen atau Rp 136 triliun dari total yang sudah dianggarkan di Rancangan APBN-P 2020 sebesar Rp 695 triliun.

“Penyerapan stimulus penanganan Covid-19 ini masih belum optimal dan kecepatannya masih kurang,” ujar Presiden. Dari Rp 136 triliun anggaran penanganan Covid-19 dan PEN yang sudah terealisasi, Presiden menjelaskan realisasi anggaran untuk program perlindungan sosial sebesar 38 persen, realisasi stimulus kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) baru 25 persen. Realisasi program pemulihan di UMKM itu termasuk penempatan dana di empat bank pemerintah untuk melonggarkan likuiditas.

Kemudian realisasi anggaran penanganan kesehatan baru tujuh persen, sedangkan realisasi anggaran untuk program sektoral dan pemerintah daerah baru 6,5 persen, dan kemudian realisasi insentif usaha baru 13 persen. Presiden meminta seluruh hambatan dalam percepatan pencairan anggaran untuk segera diatasi.

Sektor kesehatan juga tercatat baru merealisasikan anggarannya dalam jumlah yang sangat kecil. “Di sektor kesehatan baru terealisasi tujuh persen,” ujar Jokowi.

Selain itu, serapan anggaran di sektor perlindungan sosial terealisasi sebesar 38 persen, sektor UMKM terealisasi 25 persen, dukungan untuk sektoral dan pemerintah daerah baru terserap 6,5 persen, serta insentif usaha yang terserap 13 persen.

Delapan provinsi di Indonesia saat ini menyumbang kasus positif Covid-19 hingga 74 persen. Ke delapan provinsi tersebut yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Papua.

Presiden sudah meminta agar penanganan Covid-19 diprioritaskan dilakukan di delapan daerah tersebut. “Di bidang kesehatan, saya ingatkan sekali lagi untuk memberikan perhatian, memberikan prioritas penanganan di 8 provinsi. DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Papua. Karena 8 provinsi ini berkontribusi 74 persen kasus positif yang ada di Indonesia,” ujar Jokowi.

Komite diminta dapat menurunkan angka kematian, meningkatkan angka kesembuhan, serta mengendalikan laju pertumbuhan angka kasus Covid. Upaya pelacakan, pemeriksaan, dan perawatan terhadap pasien Covid pun harus dilakukan secara masif dan agresif.

Selain itu, Presiden juga meminta agar segera menyediakan alat kesehatan yang masih terbatas di beberapa rumah sakit di daerah. Tak hanya itu, ia juga ingin agar komunikasi yang efektif baik dengan rumah sakit, masyarakat, dan juga pemerintah daerah dilakukan seefektif mungkin.

“Dan di lapangan jika masih ditemui peralatan tes mesin PCR, kemudian kapasitas lab, APD dan juga peralatan rumah sakit yang kekurangan segera selesaikan. Segera bereskan,” kata dia.

Jumlah kasus positif yang belum berkurang juga membuat Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mempercepat langkah untuk merampungkan penelitian terkait vaksin Covid-19. Eijkman sendiri merupakan salah satu institusi yang ditunjuk Presiden Jokowi untuk memimpin riset terkait vaksin Covid-19. Selepas riset rampung, produksi vaksin akan dilakukan oleh Bio Farma.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. Amin Soebandrio, mengungkapkan sampai saat ini progres persiapan vaksin Covid-19 baru menyentuh 30 persen. Kendati angkanya terbilang masih rendah, namun Amin menyebutkan bahwa progres yang sudah dijalani ini justru merupakan fondasi atau dasar dari tahapan riset selanjutnya.  

"30 persen itu adalah kalau kita bikin rumah, kita bikin pondasinya dulu bagian terpenting. Biasanya setelah pondasi selesai ke depan akan lebih cepat," kata Amin, Ahad (26/7).

Eijkman diberi batas waktu sampai Maret 2021 untuk merampungkan riset terkait vaksin Covid-19. Terkait batas waktu yang diberikan pemerintah ini, Amin optimistis bisa menepatinya. Bahkan ia yakin produksi vaksin atas prakarsa Eijkman bisa dilakukan setidaknya Februari 2021 mendatang.

"Insya Allah bisa lebih cepat. Tapi ya tidak lebih cepat 6 bulan juga, agak sulit. Tapi kami berupaya proses yang bisa diperpendek akan kami lakukan. Tapi terkait dengan tumbuhnya sel dan virus tak bisa dipercepat," jelasnya.

Untuk saat ini, riset vaksin Covid-19 yang dijalankan Eijkman sudah sampai proses pengembangan antigen, berupa protein rekombinan. Protein ini mewakili protein spike atau protein S dan protein N atau nucleocapsid yang menjadi sasaran vaksin.

"Karena dua mekanisme itu adalah dua mekanisme yang harus diblok oleh antibodi," jelas Amin.

Vaksin yang dikembangkan oleh Eijkman berbeda dengan vaksin yang dikembangkan oleh Bio Farma bersama produksi vaksin asal China, Sinovac Biotech Ltd. Amin pun menjelaskan perbedaan mendasar antara vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac-Bio Farma dan Eijkman-Bio Farma.

"Bedanya adalah di platform. Vaksin Sinovac menggunakan virus utuh, mereka mengkultur virusnya, kemudian setelah diperoleh virus dalam jumlah besar kemudian virusnya dimatikan dengan bahan kimia. Kemudian ya setelah dibersihkan, langsung bisa dipakai. Ya makanya prosesnya lebih cepat," jelas Amin.

Sementara vaksin yang dikembangkan oleh Eijkman tidak menggunakan virus utuh, melainkan hanya menyasar dua jenis protein yang memang menjadi sasaran. Eijkman melakukan isolasi terhadap dua jenis protein yang diperlukan, yakni Protein S dan N. Kedua protein inilah yang akan digunakan dalam vaksin nanti.

Amin beranggapan, vaksin yang diproduksi di dalam negeri dengan hasil riset yang sepenuhnya dilakukan di dalam negeri lebih menguntungkan ketimbang impor. Vaksin yang benar-benar dikembangkan di Indonesia, ujarnya, akan terbebas dari biaya-biaya tambahan seperti beban paten.

"Kemudian kita lebih memiliki kepastian tentang kapasitas produksi karena semuanya dalam kendali Indonesia," jelasnya.

Di luar penelitian vaksin yang masih terus berlanjut, Amin meminta masyarakat benar-benar tetap menjalankan protokol kesehatan demi menekan penularan virus corona. Menurutnya, adanya vaksin pun tak lantas membuat masyarakat bisa terbebas dari protokol kesehatan yang ketat.

 

Kasus Covid-19 sudah menyebar di seluruh 34 provinsi di Indonesia dengan kasus paling banyak di Jawa Timur (20.256) disusul DKI Jakarta (18.741), Sulawesi Selatan (8.747), Jawa Tengah (8.336), Jawa Barat (5.988), Kalimantan Selatan (4.540), Sumatra Utara (3.371), Sumatra Selatan (3.228), Bali (3.114), Papua (2.832), Sulawesi Utara (2.216), Nusa Tenggara Barat (1.883), Banten (1.724), dan Kalimantan Tengah (1.587).

Di dunia, berdasarkan data dari situs Worldometers, hingga Senin (27/7) pagi total ada 16.413.954 orang yang terinfeksi virus coronatipe baru, 652.057 orang di antaranya meninggal dunia dan 10.042.584 orang lainnya dinyatakan sembuh.

Kasus Covid-19 paling banyak dilaporkan di Amerika Serikat dengan 4.371.839 kasus disusul di Brazil dengan 2.419.901 kasus dan India dengan 1.436.019 kasus.

photo
Vaksin Covid-19 - (Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement