REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Khutbah dari Kepala Otoritas Turki untuk Urusan Agama (Diyanet), Ali Erbas, yang disampaikan pada sholat Jumat pertama di Hagia Sophia pada 24 Juli memicu perdebatan sengit. Sejumlah kritikus mengklaim bahwa dia (Erbas) menyinggung sosok pendiri Turki, Mustafa Kemal Ataturk. Erbas dinilai menyindir Ataturk sebagai sosok yang 'dikutuk' karena telah mengubah peninggalan Sultan Mehmet II dari masjid menjadi museum.
"Setiap bangunan yang diberkahi tidak dapat diganggu gugat dalam keyakinan kami dan membakar siapa pun yang menyentuhnya, piagam ini sangat diperlukan dan siapa pun yang melanggarnya dikutuk," kata Erbas dalam khutbahnya.
Politisi dari oposisi utama Republican People’s Party (CHP) dan Partai IYI mengklaim bahwa pernyataan Erbas mengincar Ataturk. Atas penyampaian tersebut, Erbas diminta untuk mundur dari posisinya saat ini.
Anggota parlemen CHP, Mehmet Ali Çelebi, mengatakan, mengutuk di Ataturk sama saja dengan pengkhianatan. "Anda akan membayar harga untuk mencela Ataturk," kata wakil ketua kelompok CHP, Ozgur Ozel.
Erbas menolak klaim bahwa dia menyinggung keputusan pemerintah Ataturk mengubah Hagia Sophia menjadi museum dalam khotbahnya. Menurutnya pernyataannya tidak hanya merujuk pada Hagia Sophia tapi juga secara umum. "Saya juga tidak merujuk ke masa lalu tetapi masa depan," kata Erbaş dikutip dari Hurriyet.
Menteri ini juga menunjukkan bahwa persoalan ini adalah masalah kontroversial di kalangan sejarawan jika Ataturk berperan dalam mengubah Hagia Sophia menjadi museum. "Ataturk meninggal 82 tahun yang lalu. Doa sampaikan untuk mereka yang meninggal, bukan kutukan," katanya.
Erbas menyatakan, sebagai kepala Diyanet, itu adalah tugasnya untuk mengingatkan masyarakat melindungi bangunan peninggalan yang berharga. "Saya memenuhi tugas ini."