Senin 27 Jul 2020 15:50 WIB

Ketika Penolakan Rapid Test Masih Saja Terjadi

Doni Monardo akan memanggil tokoh penolak rapid test dan swab test.

Puluhan pengunjuk rasa memajang tulisan dalam aksi menolak rapid test dan swab test COVID-19 di Denpasar, Bali, Ahad (26/7/2020). Para pengunjuk rasa yang menamakan diri Masyarakat Nusantara Sehat (MANUSA) tersebut mendesak Pemerintah Provinsi Bali untuk menghapus rapid test dan swab test COVID-19 sebagai syarat administrasi adaptasi kebiasaan baru dan syarat perjalanan karena dinilai mempersulit rakyat.
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Puluhan pengunjuk rasa memajang tulisan dalam aksi menolak rapid test dan swab test COVID-19 di Denpasar, Bali, Ahad (26/7/2020). Para pengunjuk rasa yang menamakan diri Masyarakat Nusantara Sehat (MANUSA) tersebut mendesak Pemerintah Provinsi Bali untuk menghapus rapid test dan swab test COVID-19 sebagai syarat administrasi adaptasi kebiasaan baru dan syarat perjalanan karena dinilai mempersulit rakyat.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistywati, Antara

Kemarin, musisi Bali Jerinx ikut dalam aksi tolak rapid test dan swab test yang dilangsungkan di kawasan Renon, Denpasar, Bali. Penolakan terhadap rapid test atau tes cepat bukan kali ini saja terjadi. Tak hanya di Bali, penolakan rapid test pernah terjadi Kediri, Serang, Jakarta dan di sejumlah tempat lainnya.

Baca Juga

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 bersama tokoh masyarakat Bali berencana memanggil pihak-pihak yang menyuarakan penolakan terhadap rapid test dan swab test PCR di Bali. Mereka, pihak-pihak yang menolak ini, akan diberi pemahaman dan penjelasan mengenai pentingnya rapid test dan swab test serta pengertian bahwa bahaya Covid-19 itu nyata adanya.

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengungkapkan telah berkoordinasi dengan sejumlah tokoh lokal di Bali mengenai adanya aksi penolakan rapid test dan swab oleh sejumlah pihak ini. Nantinya pemanggilan akan dibantu oleh tokoh masyarakat setempat.

"Mengenai Bali, kami sudah berkoordinasi dengan beberapa tokoh di Bali, mereka yang sejauh ini masih menentang penggunaan rapid atau swab PCR hendaknya dipanggil dan diberi penjelasan bahwa PCR test, termasuk untuk sementara rapid karena belum semua daerah memiliki PCR test, adalah langkah kita untuk skrining dan ketahui seseorang menderita Covid," jelas Doni usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Senin (27/7).

Doni menjelaskan, rapid test dan swab merupakan salah satu jurus yang ditempuh pemerintah untuk melakukan skrining secara masif. Dengan cara ini, maka bisa didapatkan dengan jelas sebaran penderita Covid-19. Bagi yang positif tentunya akan diminta melakukan isolasi mandiri atau diberi perawatan bila diperlukan. Semakin luas skrining dilakukan, maka semakin cepat pula penanganan Covid-19 dan angka penularan bisa ditekan.

"Kalau dia masih sehat dan diperiksa positif, ini dapat membahayakan orang lain termasuk keluarga. Kalau seandainya seorang muda memiliki mobilitas tinggi dan berada di rumah bersama keluarga yang rentan, sangat mungkin keluarga akan tertular. Karenanya, upaya peningkatan kesadaran kolektif terkait ancaman Covid ini tak boleh berhenti," kata Doni.

Doni menegaskan, masyarakat harus menyadari kalau Covid-19 bukan sebuah konspirasi. "Masyarakat harus sadar bahwa ini bukan konspirasi. Sejarah tentang flu spanyol yang melanda Tanah Air pada tahun 1918 hendaknya bisa dijadikan sebagai pedoman dan pelajaran," jelas Doni.

Doni pun mengaku tak tahu kapan penambahan kasus positif di Indonesia mencapai puncaknya. Per hari ini, tren masih terlihat menanjak tanpa ada tanda-tanda melandai.

Menurutnya, satu-satunya solusi adalah kesadaran bersama bahwa ancaman Covid-19 ini benar-benar ada agar seluruh masyarakat secara serentak menjalankan protokol kesehatan. Cara itu dinilai paling ampuh untuk menekan penularan.

"Yang tersulit adalah jaga jarak dan hindari kerumunan. Dan kalau setiap orang mampu mengontrol diri dan satu sama lainnya saling mengingatkan, maka proses penularan ini bisa kita kurangi bahkan kita bisa cegah. Apalabila satu sama lain betul-betul saling jaga jarak dan tidak mendekati ke tempat kerumunan," katanya.

Doni mengingatkan, Covid-19 sendiri telah merenggut lebih dari 600.000 nyawa di seluruh dunia dan lebih dari 4.700 jiwa di Indonesia. Ia pun menegaskan bahwa Covid-19 adalah nyata adanya dan bukan rekayasa.

“Dalam beberapa pekan terakhir angka kasus positif rata-rata 1.000 kasus per hari bahkan bisa lebih dari 2.000 kasus. Inilah pentingnya kita semua saling mengingatkan bahwa tidak cukup disiplin sendiri, tanggung jawab kita mengajak yang lain untuk disiplin,” kata Doni.

Doni meminta anggota masyarakat untuk mengajak minimal dua anggota masyarakat lainnya setiap harimematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Dia kembali mengibaratkan virus corona tipe baru yang menyebabkan penyakit Covid-19 itu seperti malaikat pencabut nyawa.

Fakta mencatat angka kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Bahkan angkanya sudah mencapai 100.303 kasus berdasarkan data pukul 15.30 WIB.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 merilis 10 kabupaten/kota yang mengalami insiden kasus tertinggi penularan virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) hingga Senin (27/7). Jakarta Pusat, DKI Jakarta, menduduki peringkat pertama dengan insiden 411,08 per 100 ribu penduduk.

Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah menyebutkan, sebanyak 10 kabupaten/kota mengalami insiden kasus tertinggi Covid-19 tersebar di berbagai wilayah. "Pertama adalah Jakarta Pusat yaitu 411,08 per 100 ribu penduduk, kemudian kedua Kota Jayapura di Papua yaitu 384,52 per 100 ribu penduduk, dan ketiga Kota Makassar di Sulawesi Selatan (Sulsel) yaitu 355,76 per 100 ribu penduduk," ujarnya saat mengisi konferensi pers virtual akun youtube saluran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bertema 'Telaah Pergerakan Zonasi Wilayah: 5W 1H', Senin (27/7).

Posisi keempat, dia melanjutkan, yaitu Kota Semarang di Jawa Tengah yaitu 313,55 per 100 ribu penduduk. Kemudian, ia menyebutkan Kota Banjarmasin di Kalimantan Selatan (Kalsel) menduduki peringkat kelima yaitu 302,23 per 100 ribu penduduk. Kemudian, ia menyebutkan Kota Surabaya di Jawa Timur (Jatim) menyusul dengan insiden kasus 279,81 per 100 ribu penduduk.

Kemudian peringkat ketujuh, dia menambahkan, Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu 258,63, per 100 ribu penduduk. Delapan, dia melanjutkan, Kota Ambon di Maluku yaitu 251,95 per 100 ribu penduduk.

Ranking sembilan, dia melanjutkan, Kota Manado di Sulawesi Utara (Sulut)  menduduki peringkat sembilan kota dengan insiden tertinggi yaitu 249,09 per 100 ribu penduduk, dan peringkat terakhir berada di Luwu Timur di Sulsel yaitu 246,69 per 100 ribu penduduk.

Tak hanya itu, pihaknya mencatat sebanyak 3,5 persen atau 18 kabupaten atau kota mengalami di atas 1.000 kasus Covid-19. Kemudian, dia melanjutkan, 21,8 persen atau 112 kabupaten/kota mengalami kasus 101 hingga 1.000 kasus. Dia menambahkan, 66,3 persen atau 341 kabupaten/kota mengalami kurang dari 100 kasus, dan 8,4 persen atau 43 kabupaten/kota tidak tercatat kasus Covid-19.

Karena itu, ia meminta pemerintah daerah (pemda) harus berhati-hati. "Covid-19 adalah penyakit yang sangat dinamis, jadi jangan lengah.  Semua jangan merasa aman, kalau bisa kabupaten/kota menuju angka (insiden kasus) yang lebih baik," ujarnya.

Ia meminta otoritas setempat bisa menerapkan surveillans aktif di tempat seperti di mal, pasar, hingga kantor. Tak hanya itu, ia meminta kontribusi masyarakat benar-benar menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, pakai masker, sering cuci tangan, dan tidak keluar rumah jika bukan karena urusan penting.

"Kami mencatat klaster penularan Covid-19 paling tinggi terjadi di permukiman. Sebab, bisa jadi seseorang positif terinfeksi tetapi ia tidak mengetahuinya dan menularkan kepada orang di sekitar," katanya.

photo
Vaksin Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement