Senin 27 Jul 2020 17:36 WIB

Kasus Yodi Prabowo, Apakah Polisi Terlalu Dini Menyimpulkan?

Polisi tidak temukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh Yodi, selain luka tusukan.

Kabid Humas Kombes Yusri Yunus memperlihatkan gambar rekaman CCTV saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (25/7). Polda Metro Jaya menyimpulkan kasus kematian editor Metro TV, Yodi Prabowo disebabkan oleh bunuh diri. Hal ini berdasarkan temuan dari barang bukti, pemeriksaan terhadap 34 saksi dan olah TKP tempat ditemukannya jenazah. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kabid Humas Kombes Yusri Yunus memperlihatkan gambar rekaman CCTV saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (25/7). Polda Metro Jaya menyimpulkan kasus kematian editor Metro TV, Yodi Prabowo disebabkan oleh bunuh diri. Hal ini berdasarkan temuan dari barang bukti, pemeriksaan terhadap 34 saksi dan olah TKP tempat ditemukannya jenazah. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Meiliza Lavedaa

Polda Metro Jaya sudah mengungkap hasil investigasi atas kematian editor Metro TV, Yodi Prabowo. Polisi menyebut Yodi diduga kuat meninggal akibat bunuh diri.

Baca Juga

Namun kesimpulan polisi bahwa Yodi menghabisi nyawanya sendiri dianggap terlalu dini. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mengatakan, polisi terlalu dini menyimpulkan kasus tersebut sebagai akibat bunuh diri. Neta menilai, kesimpulan itu perlu pembuktian lebih lanjut.

"Polisi terlalu dini menyimpulkan. Jadi kesimpulan polisi itu sangat spektakuler dan perlu pembuktian, bahwa kematian Editor Metro TV akibat bunuh diri," kata Neta saat dihubungi, Senin (27/7).

Menurut Neta, selama ini ia belum pernah mendengar atau menemukan kasus tentang seseorang bunuh diri seperti pada kasus Yodi. Dia menyebut, kerap kali orang yang melakukan bunuh diri cenderung memilih langkah cepat untuk mengakhiri hidup.

"Sulit membayangkan bagaimana bisa seseorang bunuh diri dengan empat tusukan di bagian tubuhnya. Biasanya orang melakukan aksi bunuh diri selalu mengambil langkah cepat untuk menghabisi nyawanya, seperti lompat dari gedung tinggi atau mengikat lehernya untuk gantung diri atau minum racun serangga, memotong urat nadinya," papar dia.

"Rasanya saya tidak pernah mendengar atau menemukan kasus tentang adanya orang yang bunuh diri dengan empat tusukan di tubuhnya. Di antaranya dada serta leher," sambungnya.

Neta menuturkan, lantaran kasus bunuh diri seperti ini belum pernah terjadi, hal yang wajar jika masyarakat meragukan hasil penyelidikan polisi. Namun, dia menyebut, apabila polisi meyakini hal tersebut, perlu penjelasan lebih rinci mengenai kronologis Yodi melakukan aksi bunuh dirinya tersebut.

"IPW meragukan jika disebutkan editor Metro TV tersebut bunuh diri. Untuk itu Polri perlu mendalami lagi hasil visum, mendalami TKP, barang bukti dan saksi-saksi. Polisi jangan terlalu terburu-buru memberi kesimpulan," tutur Neta.

photo
Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat (kanan) bersama Kabid Humas Kombes Yusri Yunus (kiri) memberikan paparan saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (25/7). Polda Metro Jaya menyimpulkan kasus kematian editor Metro TV, Yodi Prabowo disebabkan oleh bunuh diri. Hal ini berdasarkan temuan dari barang bukti, pemeriksaan terhadap 34 saksi dan olah TKP tempat ditemukannya jenazah. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Kriminolog Adrianus Meliala juga menganggap kesimpulan Yodi meninggal karena bunuh diri adalah janggal. Dia menjelaskan, ada beberapa hal yang mengganjal. Di antaranya, tikaman yang ditemukan pada tubuh Yodi sebanyak empat kali.

Menurut Adrianus, jika Yodi memang bunuh diri, tidak terlihat dengan tusukan sebanyak empat kali. "Kalau yang bersangkutan bunuh diri, menikam diri sendiri butuh keberanian. Hampir tidak ada yang berani. Sebanyak empat kali tusukan itu kelihatannya bukan percobaan bunuh diri, tapi tusukan orang lain," kata Adrianus saat dihubungi, Senin (27/7).

Hal lain yang yang membuat Adrianus merasa janggal adalah sidik jari Yodi yang ditemukan di pisau. Terkait sidik jari, sambung dia, hal itu bisa diatur oleh pembunuh. Termasuk pada posisi tubuh yang tertelungkup.

Pasalnya, waktu yang tersedia untuk pembunuhan sendiri pun terlihat longgar sehingga pembunuh dapat mengatur tempat kejadian perkara (TKP). Pengaruh amphetamine yang dirasakan korban, seperti yang disampaikan polisi dalam konferensi pers, bisa menjadi penyebab utama nekat bunuh diri.

Terkait depresi yang dirasakan Yodi, Adrianus mengatakan, sebaliknya. Jika Yodi memang depresi, kata dia, Yodi tidak bisa bekerja secara prima di Metro TV. Nyatanya, Yodi bekerja sehari-hari dan rekan kerjanya tidak merasakan Yodi alami depresi.

Sementara pisau yang dibeli oleh Yodi di Ace Hardware, Adrianus tidak percaya jika hal itu digunakan untuk bunuh diri. "Memangnya kalau beli pisau pasti untuk bunuh diri?" kata Adrianus.

Polisi mengungkapkan, terdapat empat luka tusukan di dada serta satu luka akibat senjata tajam pada leher Yodi. Polisi menduga, luka pada leher korban, menjadi penyebab kematian Yodi.

Dokter Ahli Forensik Rumah Sakit Polri, dr Arif Wahyono, menjelaskan kesulitan saat melakukan pemeriksaan lantaran kondisi jenazah sudah mengalami pembusukan lanjutan. Sebab, jasad Yodi telah berada di lokasi kejadian selama dua hingga tiga hari.

Arif tidak menemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh Yodi, selain luka tusukan di dada dan leher. "Kami temukan dalam pemeriksaan bahwa adanya lebam mayat di bagian tubuhnya. Kami tidak temukan tanda-tanda kekerasan lain, selain luka tusuk di dadanya sebanyak empat kali dan juga di leher," ujar Arif.

Arif menjelaskan, empat luka tusukan di dada Yodi memiliki kedalaman yang berbeda-beda. Tusukan pertama hanya sampai jaringan otot. Tusukan kedua dan ketiga lebih dalam lagi, hingga tusukan keempat menembus bagian bawah paru-paru.  "Di dada itu bermacam-macam luka tusukan percobaan bunuh diri," ungkap Arif.

Sementara itu, sambung dia, luka terbuka pada leher Yodi memiliki panjang sekitar 12 sentimeter. "Di leher kami temukan luka terbuka panjang kira-kira 12 sentimeter," jelasnya.

Menurut Arif, diduga luka yang pertama kali dilakukan oleh Yodi adalah empat tusukan pada dada. Setelah itu, barulah Yodi mengalihkan pisau ke lehernya.

photo
Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat (kedua kanan) bersama Wadireskrimum AKBP Jean Calvijn Simajuntak (kanan), Kabid Humas Kombes Yusri Yunus (kedua kiri) dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budi Sartono memperlihatkan sejumlah barang bukti saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (25/7). Polda Metro Jaya menyimpulkan kasus kematian editor Metro TV, Yodi Prabowo disebabkan oleh bunuh diri. Hal ini berdasarkan temuan dari barang bukti, pemeriksaan terhadap 34 saksi dan olah TKP tempat ditemukannya jenazah. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Polisi juga telah melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti sebilah pisau dapur yang diamankan di lokasi penemuan jasad Yodi. Hasil pemeriksaan laboratorium forensik (labfor), pada pisau itu hanya ditemukan sidik jari dan DNA korban.

Selain itu, polisi juga telah menelusuri asal pisau yang memiliki merek atau ciri khusus tersebut. Yodi diketahui membeli pisau itu di sebuah toko perlengkapan rumah tangga yang terletak di sekitar lokasi kejadian pada 7 Juli 2020 sekitar pukul 14.20 WIB.

Hal itu terbukti dengan adanya rekaman CCTV dari pihak toko yang menunjukan sosok Yodi seorang diri tengah membeli pisau. Kemudian, adapula bukti pendukung lainnya, yakni nota pembelian pisau pada hari tersebut.

Jasadnya kemudian ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di pinggir jalan tol JORR Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat (10/7) siang. Saat ditemukan, korban masih mengenakan pakaian sama dengan yang terekam di CCTV toko, tempat ia membeli pisau.

Sebelum meninggal Yodi diketahui melakukan tes HIV. Yodi memiliki keluhan penyakit yang membutuhkan tes HIV.

Yodi diketahui melakukan tes tersebut usai menemui dokter spesialis penyakit kulit dan kelamin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat. Polisi namun tidak akan membuka hasil analisa dokter terhadap kondisi kesehatan Yodi yang membuatnya harus melakukan tes HIV. Alasannya data medis merupakan hak pribadi yang bersangkutan.

Terungkapnya tes HIV Yodi bermula dari hasil penyelidikan transaksi rekening milik Yodi. Hasilnya, ada satu transaksi yang cukup menonjol, yakni pembayaran biaya berobat di RSCM.

Tes HIV itu dilakukan atas kemauan Yodi sendiri. Namun, Yodi belum sempat mengetahui hasil pemeriksaan tersebut. Sebab, ia lebih dulu meninggal.

Polisi menduga, alasan pemeriksaan itu sangat memengaruhi kondisi psikologi Yodi. Sehingga, korban nekat melakukan bunuh diri. Selain itu, hasil penyelidikan juga mengungkap bahwa Yodi mengonsumsi amfetamin sebelum bunuh diri. Pengaruh depresi dan obat diduga menjadi penyebab Yodi nekat mengakhiri hidupnya.

Keluarga telah kehilangan kontak dengan almarhum sejak Selasa (7/7) saat Yodi berpamitan untuk bekerja. Sejak saat itu komunikasi melalui pesan singkat dan telepon tidak direspons oleh almarhum.

Saat diketahui Yodi tidak kunjung pulang ke rumah di Jalan Lele Raya nomor 3 RT006 RW008, Ciputat, Tangerang Selatan, keluarga berinisiatif mendatangi kantor Metro TV untuk mencari keberadaan Yodi. Menurut ayah korban, Wandi, keluarga merasa Yodi tidak memiliki musuh atau sedang bermasalah.

Yodi Prabowo ditemukan dalam kondisi meninggal di pinggir Tol Lingkar Luar Jakarta, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Sepeda motor dan ponsel milik korban dilaporkan tidak hilang di lokasi kejadian. Lokasi ditemukan Yodi tepatnya di Tol JORR arah Pondok Pinang.

Sebanyak 34 saksi sudah diperiksa selama pemeriksaan kasus Yodi Prabowo. Salah satu saksi di antaranya adalah kekasih Yodi, Suci.

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement