Selasa 28 Jul 2020 03:59 WIB

Ahli: Vaksin China dan Kalung Eucalyptus Beda Kelas

Ahli biologi molekuler Ahmad Utomo memberikan penilaian terhadap vaksin Sinovac.

Rep: Zainur Mashir Ramadhan/ Red: Andri Saubani
Sejumlah pekerja mengemas serbuk hasil pengolahan laboratorium nano teknologi di Balitbangtan, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (7/7/2020). (ilustrasi)
Foto: ANTARA/ARIF FIRMANSYAH
Sejumlah pekerja mengemas serbuk hasil pengolahan laboratorium nano teknologi di Balitbangtan, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (7/7/2020). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar biologi molekuler, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo menilai, kualitas vaksin Covid-19 Sinovac asal China telah terbukti teruji klinis pada dua fase. Hal itu, berbeda dengan polemik kalung antivirus eucalyptus yang baru-baru ini ramai mencuat.

"Karena kualitas sains China bukan kaleng-kaleng. Dibandingkan dengan kalung kemarin ya jauh kualitasnya,’’ ujar dia kepada Republika, Senin (27/7).

Baca Juga

Menurutnya, pihak China melalui perusahaan yang mengurus vaksin memang bisa dikatakan bonafide. Pasalnya, setiap uji klinis melalui pantauan yang ketat.

Sehingga, dalam prosesnya tak ada korban jiwa dalam uji klinis tahap pertama dan kedua. Dan walaupun ada, kata dia, perusahaan itu tidak bisa atau bahkan mampu untuk menutup-nutupinya.

"Sekarang lebih susah bohong. Kita enggak bisa bohong terus-menerus, apalagi skala perusahaan besar,’’ kata dia.

Dalam uji coba itu, yang digunakan menurutnya, bukan virus murni. Sehingga, dalam uji klinis tahap ketiga pun tidak akan ada korban jiwa.

Terlebih, dalam setiap uji coba sebelumnya ada ratusan relawan yang ikut serta dan terbukti aman. "Saat ini memang boleh beda pandangan terhadap China, apalagi masalah Uighur. Tapi, kalau bicara vaksin jangan dicampur adukan,’’ tuturnya.

Peraih Postdoctoral Fellowship Harvard Medical School itu menambahkan, kelas penelitian China dan Indonesia memang sangat berbeda, bahkan ia sebut memiliki gap level yang jauh.

"Boleh benci pada sesuatu, termasuk China, tapi harus adil," katanya.

Menurutnya, vaksin memang masih akan selesai dalam waktu yang lama. Sehingga, pada pihak yang percaya konspirasi, ia menyarankan untuk tetap melakukan protokol kesehatan, dari mulai masker, pengurangan AC dan lainnya.

"Jadi walau bicara konspirasi, hindari kerumunan dan ngobrol secukupnya saja.’’ ungkap dia

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement