REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Kasus Ebola di Republik Demokratik Kongo terus meningkat. Saat ini jumlah warga yang telah terserang penyakit tersebut berjumlah 60 orang.
"Penyakit ini aktif, tidak terkontrol," kata Direktur Program Kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Mike Ryan dalam sebuah konferensi virtual pada Senin (27/7).
Ryan menyoroti praktik penguburan terhadap korban. Menurutnya hal itu dapat menjadi momen penularan dan penyebaran Ebola. Sejak Juni, sekelompok kasus Ebola terdeteksi di daerah Mbandaka. Wabah tersebut telah menyebar ke enam zona kesehatan, dengan 56 kasus tercatat. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan saat Ebola ditemukan di sana pada 2018 yakni sebanyak 54 kasus terkonfirmasi.
"Merespons Ebola di tengah-tengah pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung adalah kompleks, tetapi kita tidak boleh membiarkan Covid-19 mengalihkan kita dari penanganan ancaman kesehatan mendesak lainnya," kata Direktur Regional WHO untuk Afrika Matshidiso Moeti pada 17 Juli lalu, dikutip laman allAfrica.
Menurut Moeti, kasus-kasus Ebola yang dilaporkan saat ini berada atau tersebar di daerah terpencil di hutan hujan lebat. "Ini menghasilkan respons yang mahal karena memastikan bahwa responden dan persediaan mencapai populasi yang terkena dampak sangat sulit," ujarnya.
Respons Ebola yang sedang berlangsung menghadapi kekurangan dana. Sejauh ini WHO telah mengucurkan 1,75 juta dolar AS yang hanya dapat bertahan beberapa pekan.
Dukungan tambahan diperlukan guna meningkatkan upaya WHO, otoritas kesehatan Kongo, dan mitra secara cepat untuk memastikan semua masyarakat yang terkena dampak menerima layanan utama. Hal itu termasuk pendidikan kesehatan dan keterlibatan masyarakat, vaksinasi, pengujian, pelacakan kontak, serta perawatan.
Pencapaian signifikan telah dibuat sejak wabah dimulai. Dalam enam pekan, lebih dari 12 ribu orang telah divaksinasi. Selama wabah 2018 d Provinsi Equateur, butuh dua pekan untuk memulai vaksinasi. Kali ini vaksinasi dimulai dalam waktu empat hari sejak wabah diumumkan.
Respons saat ini dibangun berdasarkan pelajaran yang dipetik dari wabah Ebola sebelumnya di Kongo, yakni menggarisbawahi pentingnya bekerja sama dengan masyarakat. Sekitar 90 persen dari vaksinator saat ini berasal dari masyarakat setempat.