REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Pusat terus mensosialisasikan dan mengkampanyekan Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang dan Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur). Perpres tersebut menggantikan Perpres Nomor 54 Tahun 2008.
Dalam Perpres Nomor 60 Tahun 2020 itu, terdapat struktur kelembagaan koordinasi pengelolaan kawasan Jabodetabek-Punjur yang diketuai Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), wakil ketua Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, dan Menteri PUPR, serta gubernur dan bupati/wali kota di kawasan Jabodetabek-Punjur.
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menjelaskan, banyak permasalahan yang dihadapi di Jabodetabek-Punjur di antaranya sampah, transportasi, banjir, longsor, hingga penataan kawasan puncak. Karena itu, kerjasama dan koordinasi antara pemerintah pusat sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan tersebut.
Selain itu, Sofyan memaparkan rencana untuk membentuk PMO (Project Manajemen Office). PMO dapat menjadi penghubung atara kementerian dan lintas pemerintah daerah.
"Pertemuan ini untuk membahas upaya dalam mengatasi atau melakukan penataan (kawasan Jabodetabek-Punjur) agar lebih efektif," kata Sofyan di Kabupaten Bogor, Senin (27/7).
Sofyan menjelaskan, lawatannya ke Jawa Barat merupakan agenda koordinasi Perpres Nomor 60 Tahun 2020 untuk ketiga kalinya. Setelah sebelumnya, ia telah mengelar koordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta pada Selasa (7/7) dan Gubernur Banten pada Kamis (16/7).
Dari rangkaian lawatannya, banyak sejumlah masukan yang diperoleh, termasuk mengenai PMO agar tak rangkap jabatan. "Oleh sebab itu, lembaga ini akan kita improve kita akan perbaiki, mulai PMO yang khusus, yang full time bekerja akan mengurus semua, menginput yang ada," jelasnya.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjelaskan, pihaknya telah memberikan masukan untuk melibatkan TNI/Polri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lembagaan koordinasi pengelolaan kawasan Jabodetabek-Punjur. Demikian, lembaga itu dapat bekerja secara maksimal nantinya.
"Semua sudah diberi masukan untuk disempurnakan bayi (lembaga) yang akan lahir ini, sehingga nanti bisa maksimal bekerja," kata Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.
Meskipun demikian, Emil menyambut baik adanya lembagaan koordinasi pengelolaan kawasan Jabodetabek-Punjur. Demikian, permasalahan administratif maupun kewenagan yang selama ini menjadi kendala untuk mengatasi persoalan di wilayah Jabodetabek-Punjur dalat teratasi.
Ke depan, Emil berharap, lembaga itu dapat mengambil kebijakan terkait program dan juga penganggaran. "Nah, saya berharap lembaga ini segera mulai bekerja tidak hanya kewenagan komunikasi, tapi kewenangan menganggarkan, kewenanganatop-down program, buttom-up dan yang lain sebagainya," ucapnya.
Emil menilai, koordinasi antara Bodebek dengan DKI Jakarta kian terbangun dengan baik sejak adanya pandemi Covid-19. Oleh karena itu, Bodebek dan Jakarta harus tetap sinkron dan terintegrasi.
"Tapi Covid-19 mengajarkan kita bahwa Bodebek (Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Bekasi) dan Jakarta selalu sinkron," ucapnya.
Selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai upaya untuk menangani Covid-19, Bodebek mengikuti kebijakan yang diambil Pemprov DKI Jakarta. Emil mengutarakan, penanganan itu sebagai salah satu contoh keterkaitan antara Bodebek dan DKI Jakarta.
"Karena Jabodetabek ini perlintasannya saling mengunci, saling mengikat. Kebutuhan ekonominya sama, airnya sama," ucapnya.
Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin berharap lembagaan koordinasi pengelolaan kawasan Jabodetabek-Punjur itu akan mengatasi permasalah di daerah. Sebab, Ade mengaku selama ini pihaknya kesulitan mengatasi persoalan yang berkenaan dengan pemeritah pusat.
Ade mengatakan, persoalan yang sering dihadapi dengan batas wilayah. Ia mencontohkan, persoalan luapan air yang diakibatkan Sungai Cileungsi dan Cikeas pada akhir tahun 2019. Luapan itu, mengakibatkan Bekasi dilanda banjir.
Padahal, Ade mengaku, banjir itu dapat diantisipasi oleh Pemkab Bogor. Misalkan, sambung dia, Pemkab Bogor melakukan normalisasi maupun membuat Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sungai Cileungsi dan Cikeas.
"Sebenarnya kita mampu mengantisipasi agar tidak ada banjir, minimal mengeruk sungai atau membangun DAS-DAS di situ, tapi kan bukan kewenangan kami. Nah, disitulah harusnya kita bisa laksanakan bersama," jelasnya.
Selain itu, Ade berharap, lembaga itu dapat mengintegrasikan antara program pusat dengan daerah. Sehingga, program pusat dan daerah tak tumpang tindih dalam menangani persoalan yang ada.
"Jadi ini kan harus integratif dan holistik ya jadi kalo misalnya ada hambatan bisa dipecahkan dan diselesaikan bersama," harap Ade.