Selasa 28 Jul 2020 10:53 WIB

Dua Demonstran Tewas dalam Bentrokan di Baghdad

Dua demonstran meninggal akibat bentrok dengan pasukan keamanan di Baghdad

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Dua demonstran meninggal akibat bentrok dengan pasukan keamanan di Baghdad. Ilustrasi.
Foto: AP/Nabil al-Jurani
Dua demonstran meninggal akibat bentrok dengan pasukan keamanan di Baghdad. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Dua demonstran meninggal dunia akibat bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan di Baghdad, Irak. Ini adalah insiden mematikan pertama yang terjadi sejak aksi protes anti-pemerintah di Tahrir Square.

Petugas medis di dua rumah sakit di Baghdad mengatakan dua pria menderita luka pukulan di kepala dan leher dengan tabung gas air mata. Pukulan tersebut menyebabkan dua pria itu meninggal dunia.

Baca Juga

Polisi menyebut lebih dari 26 pengunjuk rasa dan beberapa anggota pasukan keamanan menderita luka-luka. Seorang pengunjuk rasa, Hussein, mengatakan salah satu demonstran tewas yakni Latif sedang memegang bendera ketika petugas keamanan menembaknya.

"Latif hanya memegang bendera. Dia tidak menjatuhkan bendera itu hingga dia ditembak oleh polisi. Dia sama seperti pemuda lainnya di Tahrir Square, menuntut hak untuk keluarganya, untuk rakyat, dan untuk masa depan anak-anaknya," ujar Hussein yang hanya memberikan nama depannya.

Para pengunjuk rasa melakukan long march dari Tahrir Square ke Tayaran Square sambil meneriakkan tentang memburuknya pemadaman listrik di tengah gelombang panas yang menyebabkan suhu di Irak naik di atas 50 derajat celcius. Pasukan keamanan berusaha menahan para demonstran dan menembakkan gas air mata.

Tindakan pasukan keamanan itu dibalas dengan lemparan batu dan bom bensin oleh sejumlah demonstran. Dua pengunjuk rasa dan anggota Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Ali Bayati mengatakan pasukan keamanan menembakkan amunisi untuk membubarkan para demonstran.

Perdana Menteri Mustafa al-Khadimi menjelaskan pasukan keamanan tidak memiliki izin untuk menembakkan peluru kepada pengunjuk rasa. Dia memerintahkan investigasi atas bentrokan tersebut. Dia meminta hasil investigasi selesai dalam 72 jam.

"Aksi protes adalah hak yang sah dan pasukan keamanan tidak memiliki izin untuk menembakkan peluru ke arah pengunjuk rasa," ujar al-Kadhimi dilansir Middle East Monitor, Selasa (28/7).

Juru bicara militer Yehia Rasool mengatakan pasukan keamanan diberikan instruksi untuk tidak menggunakan kekerasan kepada pengunjuk rasa kecuali jika diperlukan. Protes anti-pemerintah terbesar di Irak meletus pada Oktober 2019. Ratusan ribu warga Irak menuntut agar mereka mendapatkan pekerjaan, pelayanan publik, dan menuntut elite penguasa negara mundur karena korupsi.

Aksi protes itu menyebabkan pengunduran diri Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi pada Mei, yang kemudian digantikan Kadhimi, mantan kepala intelijen. Hampir 500 orang meninggal dunia dalam aksi protes terbesar yang terjadi pada tahun lalu. Demonstrasi sporadis terjadi dalam beberapa pekan terakhir di beberapa provinsi Irak. Mereka menuntut kurangnya pasokan listrik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement