REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suplemen kayu manis dapat membantu pengidap prediabetes untuk mengontrol kadar gula darah. Menurut penelitian yang belum lama ini diterbitkan dalam Journal of the Endocrine Society ini, suplemen kayu manis berpotensi memperlambat perkembangan diabetes tipe 2.
"Pada individu dengan prediabetes, suplementasi kayu manis selama 12 pekan meningkatkan FPG dan toleransi glukosa dengan profil keamanan yang baik,” tulis para peneliti di Joslin Diabates Center di Boston, dilansir Fox News, Selasa (28/7).
Dalam uji coba kontrol secara acak, sebanyak 51 pasien prediabetes diawasi selama 12 pekan. Pasien mengonsumsi 500 miligram kapsul kayu manis atau plasebo tiga kali sehari.
Para peneliti dalam studi kecil ini menemukan kadar glukosa plasma puasa (FPG) tetap sama pada kelompok yang mengonsumsi suplemen kayu manis, sementara tingkat kelompok plasebo meningkat. Mereka menyatakan, suplemen tidak hanya membantu menurunkan kadar glukosa puasa tetapi juga meningkatkan kemampuan tubuh untuk menoleransi karbohidrat.
“RCT dari individu dengan prediabetes ini menunjukkan bahwa pengobatan dengan kayu manis 500 mg tiga kali sehari menghasilkan perbedaan rata-rata antar kelompok yang bermakna secara statistik dalam FPG sekitar 5 mg pada 12 pekan, yang merupakan ukuran hasil utama penelitian,” jelas tim peneliti.
Tidak ada perubahan dalam FPG yang tercatat pada 6 pekan, yang merupakan salah satu dari tiga titik akhir sekunder yang ditentukan sebelumnya. Menurut American Diabetes Association (ADA), pradiabetes memengaruhi 38 persen populasi di negara itu.
Prediabetes terjadi ketika kadar gula darah lebih tinggi dari normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk dianggap diabetes. Pradiabetes dapat berkembang menjadi diabetes tipe 2, tetapi para ahli juga mengatakan, kondisi ini dapat dicegah dengan memodifikasi diet dan gaya hidup serta penurunan berat badan dan obat-obatan tertentu.
Namun, dalam sebagian besar kasus, kondisi ini tidak terdeteksi. Sebanyak tiga hingga 11 persen dari orang-orang yang mengalami pradiabetes mengalami diabetes tipe 2 setiap tahunnya.
“Karena itu identifikasi strategi yang efektif, tahan lama, aman, dan hemat biaya untuk pencegahan diabetes tipe 2 tetap menjadi kebutuhan yang tidak terpenuhi secara klinis, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah," tulis para peneliti dalam laporan tersebut.