REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Waktu tidak terasa, menuju tiga hari lagi kita akan menyambut hari raya kedua bagi umat Muslim, yaitu Hari Raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Ada dua ibadah yang akan dilaksanakan oleh kaum Muslim diseantero dunia, yaitu Ibadah Haji dan Ibadah Qurban.
Ibadah haji merupakan salah satu dari rukun Islam, dan menjadi hal yang wajib bagi kaum muslimin yang mampu. Surah Ali Imran ayat 97 yang artinya:
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ –
“Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”
Ibadah haji hanya wajib sekali seumur hidup. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah, ketika ditanya oleh para sahabat, apakah harus dilakukan setiap tahun, maka Rasulullah terdiam hingga para sahabat mengulangi pertanyaan hingga 3 kali. Rasulullah menjawab niscaya jika saya mengiyakan untuk setiap tahun, maka kalian akan laksanakan, tetapi cukuplah sekali seumur hidup.
Rasulullah merupakan sosok manusia yang sangat melihat kemampuan umatnya, beliau telah memikirkan tidak semua umatnya bisa naik haji setiap tahunnya. Hal ini dengan memperhatikan firman Allah, bahwa Allah tidak membebani hambanya sesuai dengan kemampuannya.
Nabi Ibrahim ketika ingin membangun Ka’bah mengajukan dua doa permohonan, yaitu menjadikan Makkah kawasan yang aman dan penduduknya dijamin memperoleh rezeki yang berlimpah dan halal. Permohonan nabi Ibrahim ini dikabulkan sehingga dibangun Ka’bah yang dilanjutkan perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk naik ke Gunung Abi Qubais demi memamanggil seluruh anak cucunya untuk melaksanakan ibadah haji.
Dalam Tafsir Qurtubi pada surat Al-Hajj ayat 27 menyebutkan anak cucu Nabi Ibrahim telah diwajibkan berhaji agar mendapat pahala surga dan diselamatkan dari siksa neraka. Orang-orang menerima perintah seruan beliau menawab: “Labbaik allahuma labbaik”. Barangsiapa menjawab sekali, Insya Allah akan mendapatkan kesempatan haji sekali.
Selain ibadah haji, yang kedua ialah ibadah qurban yang akan dilaksanakan oleh umat muslim yang mampu. Istilah Qurban, sudah ada sejak Masa Kenabian Nabi Adam a.s., yaitu pada kedua anaknya yang menyerahkan qurban kepada Allah SWT.
Menurut jumhur ulama yang mempersembahkan kambing adalah Habil, sedangkan yang mempersembahkan makanan adalah Qabil, dan Allah SWT menerima kambing Habil. Sehingga Ibnu ‘Abbas dan juga ulama lainnya mengatakan: “Yang dijadikan hewan qurban adalah kambing kibas.”
Syariat pertama Nabi Ibrahim melaksanakan Ibadah Qurban. Ibadah qurban dilakukan pertama kalinya oleh Nabi Ibrahim a.s. beserta anaknya Nabi Ismail a.s. Hadits Imam Ahmad menyatakan bahwa ketika Rasulullah ditanya oleh para sahabat, ya Rasulullah apa itu Qurban?. Maka dijawab” Qurban itu adalah ibadah Sunnah bapak kalian “Nabi Ibrahim”.
Hal yang perlu kita lihat Qurban ini berasal dari bahasa arab yang bermakna dekat, hal ini mengandung makna bahwa Ibadah Qurban adalah Ibadah untuk mendekatkan diri, membuktikan kesetiaan dan cinta kepada Allah SWT. Hal ini tidak terlepas dari sejarah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Pada malam 8 Dzulhijjah beliau mendapatkan perintah melalui mimpinya untuk mengorbankan anaknya, namun beliau tidak yakin, apakah perintah tersebut datang dari Allah SWT ataukah dari Syaitan Laknatullah. Beliau berfikir dan merenung, yang mana pada Tanggal 8 Dzulhijjah tersebut umat muslim disyariatkan untuk melakukan puasa pada tanggal tersebut.
Pada hari selanjutnya, malam tanggal 9, Nabi Ibrahim bermimpi lagi tentang hal yang sama. Baru beliau yakin bahwa itu perintah dari Allah. hari itu dikenal sekarang sebagai hari arafah, bertepatan Nabi Ibrahim berada di Arafah, dan sekarang umat muslim disyariatkan untuk melaksanakan Puasa Arafah.
Tetapi pada tanggal ini, Nabi Ibrahim menyembelih hewan qurban unta sebagai pengganti mimpinya, karena pada mimpinya anaknya (Nabi Ismail) yang harus diqurbankan. Lalu pada malam selanjutnya beliau bermimpi lagi tentang hal yang sama, sehingga keeskoan harinya beliau sudah bulat tekad akan menyembelih anaknya.
Tibalah waktu yang ditunggu, nabi Ismail pun dengan hati yang sabar menyanggupi perintah Allah SWT melalui mimpi bapaknya. Tidak bisa dipungkiri, hati seorang bapak menangis, hal ini tentang pertarungan perasaan seorang ayah dan di sisi yang lain merupakan kewajiban seorang Rasul.
Allah memberikan fadilah kepada bapak dan anak ini, Ismail yang akan disembelih, terganti tiba-tiba dengan seekor kambing. Dari sinilah awal mula disyariatkannya ibadah qurban bagi umat Islam sekarang.
Hewan qurban yang dapat disembelih memiliki syarat umur seperti onta umur lebih 5 tahun, sapi atau lembu umur lebih 2 tahun, begitu juga kambing atau domba. Selain itu juga, seekor unta atau sapi dapat patungan 7 orang atau biasa dikenal dengan sohibul qurban, sedangkan untuk kambing atau domba hanya untuk satu orang.
Hal ini berdasarkan pendapat sebagian besar Ulama Fiqh mazhab Syafii. Sifat binatang qurban itu harus terhindar dari cacat, luka, dan penyakit serta gemuk pada keseluruhan anggota badannya, serta diutamakan berjenis jantan. Adab pada penyembelihan hewan qurban dimulai dengan, berniat atas nama yang berkorban, membaca bismillah wallahu akbar, membaca sholawat atas Nabi Muhammad, binatang diarahkan ke qiblat, bertakbir dan berdoa.
Ibadah haji dan Ibadah qurban memiliki relasi yang erat. Hal ini karena bersumber dari Nabi Ibrahim a.s. bahwa wukuf di padang Arafah bukanlah patokan jatuhnya hari raya idul adha. Bahwa menjadikan patokan adalah awal bulan Dzulhijjah, artinya bahwa pelaksanaan puasa Arafah tidak berpatokan pada tanggal wukuf di padang Arafah, karena model ijtihadnya adalah hilal awal Dzulhijjah, di Arab Saudi awal Dzulhijjah lebih cepat dibandingkan di Indonesia, karena hilal sudah tampak melalui ru’yah.
Hal ini dilandaskan pada atsar sahabat, yang menjelaskan suatu ketika Sahabatt Rasulullah, Ibnu Abbas, mengutus sahabat lainnya, Qurayb, mengunjungi Damaskus untuk menemui Muawiyah. Disana sudah berpuasa Ramadhan. Kemudian Qurayb berkata kepada Ibnu Abbas, disana sudah berpuasa, apakah disini juga harus berpuasa. “Ibnu Abbas kemudian mengutip hadits Rasulullah riwayat Muslim, yang mengatakan “likulli baldatin ru’yatuha.”
Semoga Allah mengizinkan kita untuk melaksanakan Ibadah Haji dan Umrah, serta Allah berkahi hidup kita dengan berkah ibadah haji dan qurban kita.
https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/07/26/syariat-pertama-nabi-ibrahim-melaksanakan-ibadah-qurban/