REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Khutbah sholat Jumat pertama yang disampaikan oleh Kepala Otoritas Turki untuk Urusan Agama (Diyanet) Ali Erbas di Masjid Hagia Sophia memicu perdebatan. Sejumlah kritikus mengklaim bahwa Erbas menyinggung sosok pendiri Turki, Mustafa Kemal Ataturk.
Erbas dinilai menyindir Ataturk karena telah mengubah fungsi Hagia Sophia yang merupakan peninggalan Sultan Mehmet II dari masjid menjadi museum. Khytbah Jumat yang disampaikan oleh Erbas menuai kritikan dari oposisi Turki.
"Setiap bangunan yang diberkahi tidak dapat diganggu gugat dalam keyakinan kami, dan membakar siapa pun yang menyentuhnya. Siapa pun yang melanggarnya akan dikutuk," ujar Erbas dalam khotbahnya dilansir Hurriyet Daily News, Selasa (28/7).
Siapakah Ali Erbas?
Erbas ditunjuk sebagai kepala Diyanet oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan pada September 2017, menggantikan Ekrem Keles sebagai plt kepala Diyanet. Sebelum diangkat sebagai kepala Diyanet, Erbas adalah seorang akademisi dan ulama ternama di Turki.
Erbas lahir pada 1961 di Ordu, Turki. Dia menempuh pendidikan di Imam Hatip School pada 1984 dan meraih gelar master di Marmara University pada 1987. Dia kemudian mengambil gelar PhD di Marmara University pada 1993, tepatnya di Departemen Sejarah Agama.
Setelah mengambil gelar PhD, Erbas mengajar di Fakultas Teologi, Sakarya University. Kemudian pada 1996-1997, dia menjadi dosen tamu di Fakultas Ilmu Pengetahuan Manusia, di University of Strasbourg, Prancis.
Erbas kembali ke Turki dan menjadi Associate Professor pada November 1998. Ia diangkat menjadi profesor pada Januari 2004. Pada 2016, dia dinominasikan sebagai rektor di Yalova University dan setahun kemudian Erbas diangkat menjadi kepala Diyanet.
Dalam pidatonya ketika diangkat menjadi kepala Diyanet, Erbas mengatakan bahwa Diyanet akan melanjutkan misinya untuk mencerahkan masyarakat tentang urusan agama dengan berpegang pada Alquran dan sunnah Nabi Muhammad.
"Diyanet akan terus bekerja untuk melindungi kehidupan beragama bagi seluruh warga Turki dengan mengadopsi pendekatan pemersatu bangsa," ujar Erbas, dilansir laman resmi Diyanet.
Erbas juga mengedepankan toleransi antar umat beragama di Turki. Dia menentang organisasi yang menyebar kebencian dan kemarahan terhadap satu agama tertentu. Selain itu, Diyanet juga akan memperkuat kerja sama dengan sekolah-sekolah agama dan fakultas teologi untuk mengedepankan pendidikan agama, terutama agama Islam. Erbas juga bercita-cita meningkatkan jumlah lembaga tahfidz Alquran.
Politisi dari oposisi utama Republican People’s Party (CHP) dan Partai IYI mengklaim bahwa pernyataan Erbas mengincar Ataturk. Atas penyampaian tersebut, Erbas diminta untuk mundur dari posisinya saat ini.
Baca Juga
Sementara itu Anggota parlemen CHP, Mehmet Ali Çelebi, mengatakan, mengutuk di Ataturk sama saja dengan pengkhianatan. "Anda akan membayar harga untuk mencela Ataturk," kata wakil ketua kelompok CHP, Ozgur Ozel.
Erbas menolak klaim bahwa dia menyinggung keputusan pemerintah Ataturk mengubah Hagia Sophia menjadi museum dalam khotbahnya. Menurutnya pernyataannya tidak hanya merujuk pada Hagia Sophia tapi juga secara umum. "Saya juga tidak merujuk ke masa lalu tetapi masa depan," kata Erbaş dikutip dari Hurriyet.