REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah melalui Komite Kebijakan Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menghapus target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke sektor produksi. Semula, pemerintah telah menetapkan target penyaluran KUR sektor produksi tahun ini minimal 60 persen dari total penyaluran KUR.
Dengan aturan tersebut, maka penyaluran KUR ke sektor perdagangan atau non produksi hanya diperbolehkan 40 persen. Kebijakan tersebut mendapat respon dari beberapa bank BUMN.
"Dengan dihapusnya batasan penyaluran KUR segmen non-produktif (perdagangan) diharapkan dapat mengakselerasi penyaluran kredit di tengah kondisi saat ini, sehingga pemulihan ekonomi dapat lebih cepat," ujar Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) Haru Koesmahargyo ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (28/7).
Selain itu, menurut Haru, adanya relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melihat aktivitas bisnis mulai berjalan dan demand kredit sektor perdagangan mulai membaik.
Sementara Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Royke Tumilaar menambahkan kebijakan tersebut akan membuat kelonggaran bagi perbankan. "Pasti lebih flexible buat bank," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM Airlangga Hartarto mengatakan, langkah ini diberikan seiring dengan informasi dari lembaga penyalur. Mereka menyebutkan, distribusi KUR dapat dilakukan lebih masif apabila batasan penyaluran ke sektor perdagangan dihilangkan.
Airlangga mengatakan, perubahan kebijakan KUR dilakukan dengan mempertimbangkan tingginya permintaan KUR dari sektor perdagangan setelah pembukaan aktivitas ekonomi pada Juni 2020. "Sejak saat itu, permintaan dan penyaluran KUR sektor non produksi atau sektor perdagangan melampaui sektor produksi," katanya.