Selasa 20 Jul 2021 08:26 WIB

Idul Adha dan 4 Pelajaran dari Kisah Nabi Ibrahim AS

Terdapat banyak pelajaran dari kisah keluarga Nabi Ibrahim AS termasuk kurban.

Terdapat banyak pelajaran dari kisah keluarga Nabi Ibrahim AS. Ilustrasi wuquf.
Foto: Mohammed Saber/EPA EFE
Terdapat banyak pelajaran dari kisah keluarga Nabi Ibrahim AS. Ilustrasi wuquf.

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh Syihabuddin Qalyubi, guru besar Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 

Baca Juga

 

KHUTBAH PERTAMA

اللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانِ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْض الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ

فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ.

 

Kaum Muslimin dan Muslimat, jamaah Idul Adlha yang dirahmati Allah..

Pada hari ini seluruh umat Islam di seluruh dunia merayakan ‘Idil Adlha, ibadah yang erat kaitannya dengan kisah perjuangan Ibrahim AS. Untuk konteks kekinian di Indonesia alangkah baiknya  jika ibadah ini dikaitkan dengan momentum Covid-19 dan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang beberapa hari lagi akan kita rayakan bersama.

Kisah Ibrahim  AS dan kisah-kisah lainnya yang dimuat dalam Alquran, sangat tepat dijadikan pelajaran bagi kita semua khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Allah swt berfirman dalam Alquran surat Yusuf [12]: 111

لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِن تَصْدِيقَ ٱلَّذِى بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

 ”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”

Allāhu akbar wa lillāhil hamd 

Betapa berat ujian dan cobaan yang dialami Nabi Ibrahim AS. Beliau terpaksa berselisih paham dengan ayahandanya, dibakar hidup-hidup, berpisah dengan keluarganya, harus menyembelih anak semata wayang, anak yang sangat disayang. Namun dengan asas iman, tulus ikhlas, taat dan patuh akan perintah Allah swt, Nabi Ibrahim AS akhirnya lolos dan lulus dalam melewati berbagai ujian dan cobaan tersebut. Lalu apa pelajaran yang bisa diambil dari kisah Ibrahim AS ini untuk kehidupan kita sekarang ini.

Pelajaran Pertama: Pendekatan diri demi cinta kepada Allah swt.

Qurban diambil dari bahasa Arab, yaitu qaruba, yaqrubu,  qurban, qurbanan,  artinya  dekat. Di samping itu, arti kata qurban berarti juga hewan sembelihan yang semakna dengan udlhiyah atau dlahiyyah.

Dalam beberapa ayat Alquran disebutkan bagaimana usaha nabi Ibrahim AS untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dimulai dari perenungan siapa yang patut disembah, karena pada masa itu orang-orang menyembah berhala, tapi pikirannya tidak bisa menerimanya, karena berhala tidak bisa berbuat apa-apa, keberadaannya pun dibuat manusia.

Lalu terlintas dalam pikirannya apakah tuhan itu bintang, bulan, atau matahari. Ketiga planet ini tidak bisa diterimanya juga, karena ketiganya terkadang ada muncul dan terkadang menghilang. Ia menginginkan Tuhan yang senantiasa hadir, hadir di pikirannya, hadir di hatinya, dan hadir dalam setiap perbuatannya. Tak lain dan tak bukan adalah Allah SWT semata.

Kehadiran dan kedekatan diri kepada Allah SWT. merupakan suatu keniscayaan. Apalagi sekarang di musim Covid-19 yang cukup berat ini , kita harus selalu optimistik  karena Allah terasa dekat dengan kita. Sebagaimana yang dialami oleh baginda Rasulullah SAW beserta sahabat Abu Bakar Shiddiq tatkala dikejar musus kafir Quraisy, berkaitan dengan turunnya surat at Taubah: 40

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ 

"Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita".

Pertolongan Allah akan turun tatkala kita selalu mendekatkan diri kepada Allah swt, sebagaimana disebutkan dalam Ali Imran: 123 – 125 ketika Allah menurunkan bantuan Malaikat pada perang Badar

“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.

(Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: "Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?"

Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda. “

Kita yakin adanya kedekatan diri dengan Allah SWT yang dialami Pangeran Diponegoro  sewaktu perang melawan Belanda (1825 sd 1830), KHZ Mushthafa di Sukamanah Tasikmalaya  sewaktu perang melawan Jepang (1944) dan para pejuang lainnya tatkala melawan penjajah. Yang kesemuanya itu telah mengantarkan kuta kepada kemerdekaan Republik Indonesia.

Oleh karena itu marilah kita semua senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt dengan melaksanakan segala kewajiban dan pesunahan yang telah dibebankan Allah dan Rasul-Nya kepada kita dan menjauhi segala larangan-Nya.

Jamaah sholat Id yang berbahagia

photo
Bersujud (ilustrasi). - (Reuters)

Pelajaran Kedua: Pengorbanan demi cita-cita yang luhur

Nabi Ibrahim AS dapat perintah Allah SWT untuk membawa istrinya Hajar dan anaknya Ismail yang baru dilahirkan ke suatu tempat yang sangat tandus,  secara naluri kebapakan tidak sampai hati untuk mencampakan mereka di tempat yang tidak ada tanaman sama sekali, tidak ada hewan yang bisa diperah susunya, dan tidak seorang manusia pun yang bisa dimintakan pertolongannya.

Menghadapi pengorbanan ini nabi Ibrahim AS berdoa dan menyerahkan urusannya kepada Allah SWT, sebagaimana difirmankan dalam al-Baqarah: 126

و إذ قال إبرهــمُ ربّ اجعلْ هذا بَلدا ءامنا وارزقْ أهْلَه من الثمرت

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa:Ya Tuhanku jadikanlah negeri ini, negeri yang aman,dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya.”

 Ibrahim AS berkeinginan lembah Makkah itu aman dan subur. Pada ayat itu kata aman didahulukan lalu disebutkan rizki buah-buahan. Hal ini menunjukkan bahwa rasa aman adalah pondasi bagi kemakmuran suatu bangsa. Untuk mencapai cita-cita itu Ibrahim AS  bersedia berkorban meletakkan isteri dan anaknya di lembah yang gersang itu itu, lalu menyerahkan urusannya kepada Allah swt.  sebagaimana tertera dalam surat Ibrahim: 37

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Dalam ayat ini dijelaskan empat tujuan Ibrahim meletakkan keluarganya di tanah yang tandus itu. Pertama, agar kelak manusia melaksanakan shalat (ibadah) di Tanah Haram. Kedua, agar orang-orang menyenangi untuk mendatanginya. Ketiga, agar Allah SWT memberikan rezeki antara lain buah-buahan, dan Keempat, agar manusia mau bersyukur. 

Sekarang bisa kita ketahui, bahwa semua orang Islam ingin ibadah di Masjidil Haram, rela menunggu sekalipun antri sampai dengan 20 tahun lebih. Saat ini rizki di sekitar Masjidil Haram malah di Arab Saudi pada umumnya sangat melimpah.

Hampir segala macam buah-buahan ada di sana, sekalipun tanahnya tandus dan penuh bebatuan. Tapi perlu diperhatikan firman Allah di akhir ayat yaitu perintah untuk bersyukur, jika tidak mau bersyukur, sebagaimana firman-Nya di ayat lain, Allah akan menurunkan azab yang pedih, sebagaimana sekarang menimpa negara-negara, Irak, Suriah, Yaman,  dan lainnya. 

Dalam konteks ke-Indonesiaan, banyak sekali pengorbanan yang telah diberikan oleh pendahulu kita. Cita-citanya tidak jauh berbeda dengan cita-cita Ibrahim AS, yaitu aman dan makmur. Maka kita sebagai penerusnya wajib mempertahankan keamanan dan kemakmuran dan itu merupakan realisasi bersyukur atas nikmat. Dan jika kita tidak bisa mempertahankannya kita termasuk yang tidak bersyukur. Konsekwensinya adzab berupa kehancuran bangsa ini. Na’udzu billah.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement